Lihat ke Halaman Asli

Michael D. Kabatana

Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Kosmologi Aliran Kepercayaan Marapu

Diperbarui: 13 Februari 2022   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.cendananews.com

Ketika kepercayaan marapu masih merupakan sistem kepercayaan yang dominan di Sumba, norma-norma dan nilai-nilai orang-orang Sumba sangat mempertimbangkan nasib dan kepentingan berbagai makhluk lain, seperti hewan, tumbuhan, peri dan roh.

Misalnya, orang-orang pada kampung-kampung tertentu yang tinggal di wilayah Wewewa Utara menetapkan aturan yang melarang orang-orang untuk menebang pohon rindang, sejenis pohon beringin. Biasanya pohon itu dalam bahasa daerah Wewewa di sebut pohon Maliti yang kerap tumbuh di depan pintu masuk kampung atau di sekitar kampung adat. 

Contoh lainnya yaitu adanya larangan orang-orang menangkap atau membunuh ular piton besar bewarna belang putih dan coklat yang dalam bahasa daerah Wewewa disebut Kaboko, sebab seekor ular piton besar dilihat sebagai jelmaan dari makhluk halus pada tempat tertentu seperti pada mata air, hutan keramat atau goa keramat atau jelmaan roh orang mati. 

Jika dibunuh maka akan mendatangkan bencana atau malapetaka bahkan bisa mendatangkan sakit atau kematian bagi pelaku pembunuh ular atau keluarga pelaku pembunuh ular.

Bukan saja pada makhluk hidup yaitu tumbuhan atau hewan, hubungan tersebut juga berlaku pada benda-benda mati tertentu. Mereka mengakui adanya kekuatan tertinggi yang berdiam di benda-benda yang dikeramatkan seperti pada batu-batu suci (ada batu delima, batu kilat, dan berbagai jenis lainya) atau pada parang peninggalan jaman dahulu, piring antik jaman jaman dahulu dan masih banyak lainnya. Bukan soal benar ada atau tidaknya kekuatan pada benda-benda tersebut. 

Di sini kita bisa melihat bagaimana hubungan para penganut aliran kepercayaan ini dengan alamnya. Benda-benda tersebut menjadi semacam media bagi mereka untuk memperoleh kekuatan ilahiah.

Aliran kepercayaan Marapu mempunyai wawasan berciri lokal. Artinya, dalam aliran kepercayaan ini tidak tersedia ruang bagi penganutnya untuk menyebarkan aliran kepercayaan ini kepada orang lain di luar anggotanya yang sudah mengikuti aliran kepercayaan ini sejak lahir. Aliran kepercayaan ini juga menekankan ciri-ciri unik lokasi, iklim dan fenomena yang spesifik.

Para penganutnya perlu memahami tatanan adimanusiawi yang mengatur alam mereka, dan menyesuaikan perilaku mereka. Penganutnya juga tidak pernah mencoba meyakinkan penganut yang sama yang berada di daerah lain yang jauh untuk mengikuti aturan-aturan yang sama. Rato-rato marapu, yaitu pemimpin tertinggi aliran kepercayaan marapu, yang berada di Wewewa Utara tidak pernah mengirimkan pendakwah ke Kodi untuk meyakinkan penduduk setempat agar jangan membunuh ular Kaboko. 

Penganut aliran ini memetik tumbuh-tumbuhan dan mengejar hewan liar semisal babi hutan dan lain sebagainya, yang tetap dipandang sebagai berstatus setara sebagai ciptaan dengan manusia itu sendiri. 

Fakta bahwa manusia memburu babi hutan tidak menjadikan babi hutan lebih rendah dari manusia, seperti juga fakta pada wilayah Kodi bahwa ada buaya yang memburu manusia tidak menjadikan manusia lebih rendah daripada buaya. 

Makhluk-makhluk berkomunikasi satu sama lain secara langsung dan merundingkan aturan-aturan yang mengatur habitat mereka bersama. Namun, dengan masuknya modernisasi mengubah tumbuhan dan hewan dari subyek dan anggota meja bundar perundingan spiritual yang setara menjadi obyek dan harta milik yang dapat diapa-apain semenanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline