Lihat ke Halaman Asli

Michael D. Kabatana

Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Pemerintah Perlu Me-lockdown Negara

Diperbarui: 17 Maret 2020   00:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Republika.co.id

Banyak orang mengharapkan adanya kebijakan lockdown dari pemerintah. Tak kurang banyak juga yang menolak kebijakan tersebut. Kedua kelompok tersebut tentu punya alasannya masing-masing.

Saya berpikir bahwa pemerintah mesti menjalankan kebijakan lockdown minimal 14 hari. Semua yang terpapar COVID 19 dikarantina. Semua transportasi umum dibersihkan dengan disinfectant products seperti pegangan pada MRT dan lain-lain. 

Semua informasi terkait corona dibuka ke publik sehingga masyarakat mengetahui secara riil perkembangan kasus corona di Indonesia. Pemerintah jangan membuat asumsi keliru terlebih dahulu dengan menganggap masyarakat seperti anak Taman Kanak-kanak. Takut masyarakat paniklah. Takut ekonomi drop lah.

Masyarakat adalah orang dewasa dengan kematangan berpikir. Biarkan mereka menyikapi sendiri apa yang terjadi. Nyawa manusia yang hilang tidak bisa digantikan. Namun, ekonomi yang drop bisa dibangun kembali.

Memang banyak yang berpikir bahwa tentu saja ekonomi yang drop bisa dibangun kembali oleh pemerintah, tetapi rakyat yang berpenghasilan di bawah rata-rata terutama kuli harian akan semakin menderita kehidupannya.

Dengan adanya lockdown itu artinya menutup semua akses keluar-masuk Negara. Dengan begitu kalau ditutup maka semua jadwal penerbangan dari dan menuju Indonesia juga harus ditutup. Kalau sudah ditutup maka perusahaan travel, penerbangan, hotel, akan merugi dan bila sudah merugi maka siapa yang harus disalahkan. 

Di Hong Kong, akses keluar-masuk HK-China ditutup dari bulan Januari akhir menjelang IMLEK. Hasilnya, banyak orang kehilangan pekerjaan dan kehilangan mata pencaharian dari membuka usaha. Hotel melakukan diskon besar-besaran tetapi tetap saja tidak ada pengunjung.

Restauran yang sudah berdiri puluhan tahun juga harus gulung tikar karena tidak ada lagi pelanggan. Karena di Hong Kong turis terbanyak dari China. Setelah ditutupnya akses HK-China maka tidak ada lagi turis dari China. Harga sembako naik tiga kali lipat. Beras menjadi langka. Kalau pun ada harus antri ber jam-jam baru bisa dibeli.

Namun, jika kita lebih jeli tentu justru kondisi wilayah yang berbeda jauh antara Indonesia dan negara maju seperti eropa atau pun China memungkinkan sistem lockdown dapat diterapkan. Dengan negara kepulauan memungkin beban ekonomi tidak saja bertumpuk pada satu wilayah. Tentu saja keadaan ekonomi di Jakarta akan drop.

Tetapi lockdown justru akan sangat menguntungkan pada umumnya buat daerah-daerah yang penghasilannya tidak hanya berasal dari jasa wisata dan transportasi umum dan daerah-daerah di luar pulau Jawa khususnya. Selain terhindar dari COVID 19 juga ekonomi daerah tetap relatif stabil.

Beberapa provinsi di luar pulau Jawa seperti Papua, Kalimantan, NTT dan lain sebagainya mungkin akan mengalami ekonomi drop juga. Tetapi drop yang terjadi tidak akan sebanding jika akibat tidak adanya lockdown. Virus tersebut akan dengan mudah sampai ke daerah-daerah terluar. Mengapa? Karena rata-rata penghasilan masyarakat di luar pulau Jawa bukan bergantung pada orang asing atau travel dan transportasi umum lainnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline