Lihat ke Halaman Asli

Michael D. Kabatana

Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Eksploitasi Berwajah Baru dalam Kehidupan

Diperbarui: 17 Maret 2020   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Liputan6.com

Kata eksploitasi tentu bukan kata baru bagi kita. Ada dua makna kata eksploitasi. Pertama kata eksploitasi pada tataran positif menjelaskan bagaimana mendayagunakan sesuatu hal sehingga bisa bermanfaat secara maksimal tanpa merugikan pihak-pihak tertentu. Kedua pada tataran negatif, kata eksploitasi berarti pemanfaatan sesuatu hal untuk keuntungan sendiri dan merugikan orang lain.

Penggunaan kata eksploitasi pada kalimat judul di atas lebih merujuk kepada pengertian kedua.

Eksploitasi yang sering terjadi di tengah masyarakat setakat kini adalah mempekerjaan anak di bawah umur, yang seharusnya masih menempuh bangku pendidikan. Ini tentu adalah salah satu bentuk diskriminasi dan eksploitasi terhadap hak anak-anak. Ini seharusnya bukan saja menjadi perhatian masyarakat, tapi pemerintah juga punya peranan penting terhadap kondisi ini.

Persoalan ekploitasi anak, sudah diakomodir dalam UU Perlindungan Anak, tetapi pada praktiknya, kesadaran masyarakat dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah, membuat UU tersebut hanya bacaan manis dalam tataran konsep dan retorika.

Belum selesai eksploitasi dengan model demikian sudah muncul lagi eksploitasi dengan wajah baru yang prosesnya lebih naik satu tingkat yang sudah sering terjadi. Tipe eksploitasi model ini adalah dilakukan oleh orang-orang yang mengatasnamakan moral dan kemanusiaan. Di beberapa daerah pedalaman, eksploitasi jenis ini sudah lama terjadi dan sering terjadi namun belum disadari secara mendalam oleh para orang tua.

Orang memakai alasan moral dan kemanusiaan mempublikasi ketidakberdayaan anak-anak untuk mendapatkan simpati, popularitas dan bantuan finansial di mana semua itu dikonsumsi  dan menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Itulah sebabnya, saya menyebutnya sebagai eksploitasi berwajah baru.

Keadaan memprihatikan dari anak-anak dijadikan data proposal, difoto dan diekspose untuk dijadikan daya tarik dan simpati para donatur. Alhasil, ketika bantuan datang malah justru lebih banyak dinikmati oleh orang-orang tertentu.

Saya pikir kita harus menukik lebih dalam mencermati ruang-ruang tertutup. Karena kadang justru keadaan seperti ini justru sengaja dilanggengkan oleh orang-orang tertentu karena itulah lahan kerja tempat mereka mendapatkan uang.

Ini jauh lebih berbahaya karena terjadi di ruang-ruang tertutup dan hanya dapat diendus oleh orang-orang tertentu. Jangan biarkan anak-anak kita makan hanya dari remah-remah yang jatuh dari meja, itupun disertai dengan cacian dan makian, sedangkan mereka yang memanfaatkan keadaan anak-anak justru makan di meja dari hasil keringat orang lain sambil tertawa terbahak-bahak.

Karena itu, kita harus sepakat dan satukan tekad. Hanya ada satu kata "LAWAN !!!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline