Inkarnasi
Dewasa ini, ketika orang Katolik berbicara tentang inkarnasi, hal ini tak bisa dilepaspisahkan dengan misi.
Pemahaman baku tentang inkarnasi nampak dalam perspektif Irenius, yaitu inkarnasi bukanlah sesuatu yang diakibatkan oleh dosa manusia, sebagai semacam solusi ekstrim; sejak awal mula inkarnasi itu ditampilkan sebagai ungkapan kasih Allah.
Irenius melihat, ihwal Kristus menjadi manusia bukan karena manusia sudah berbuat dosa tetapi karena inkarnasi itu sendiri sudah ada dalam rencana Allah.
Jelas disini paham inkarnasi dimaksudkan Irenius, terbatas pada penjelmaan diri Allah dalam diri Yesus. Pandangan tentang inkarnasi ini yang dimaknai sebagai penjelmaan Allah dalam diri Yesus sudah ada dalam Gereja sejak awal mula.
Paham tentang inkarnasi dewasa ini sudah meluas. Inkarnasi tidak hanya dipahami sebagai penjelmaan Allah dalam Yesus Kristus, tetapi juga dapat dipahami sebagai pengejawantahan diri Allah dalam karya-karya manusia. Allah menjelma dalam diri Yesus Kristus, yang kemudian mewartakan dan mewariskan apa yang harus dilakukan umat-Nya.
Pengambil bagian atau partisipasi aktif dalam karya pewartaan Yesus, berarti telah turut mewartakan Allah yang telah berinkarnasi, dan dengan demikian inkarnasi adalah penjelamaan diri Allah, bukan saja dalam diri Yeus kristus, tetapi juga dalam setiap karya pewartaan manusia sesuai Injil Kristus. Berbicara soal pewartaan, berati tak lepas pula kita berbicara soal misi.
Misi
Pemahaman misi dalam Gereja katolik terbagi atas dua konteks. Pertama adalah mereka yang masih memahami misi dalam konteks "Extra Ecllesiam Nulla Salus" (Diluar Gereja tidak ada keselamatan).
Kedua adalah mereka yang selangkah lebih maju, yang memahami misi dalam konteks "exstra ecllesiam salus est" (Diluar Gereja juga ada keselamatan).
Pertama, misi dalam konteks "Extra Ecllesiam Nulla Salus". Paham ini tentu tidak lahir dengan sendirinya dalam diri umat. Paham seperti ini muncul sebelum Konsili Vatikan II yang diwariskan oleh beberapa Bapak Gereja dan tertanam dalam diri umat.