Lihat ke Halaman Asli

Bayar Rp. 200 Bukan Merupakan Solusi

Diperbarui: 29 Februari 2016   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kantong plastik merupakan suatu alat praktis untuk membawa barang-barang ketika habis berbelanja di supermarket atau mall. Namun, lambat laun orang menyadari akan fakta buruk plastik bahwa perlu waktu ratusan tahun untuk menguraikan sampah plastik ini. Dan setelah terurai di dalam tanah, sampah platik mulai menimbulkan dampak pencemaran tanah yang berbahaya bagi lingkungan. Jika dibakar, maka sampah plastik akan terurai di udara dan menimbulkan gas beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, seperti: kanker, hepatitis, gangguan sistem saraf dan masih banyak lagi kerugian lainnya.

Menyadari akan bahaya tersebut, maka diciptakan plastik ramah lingkungan, yaitu degradable plastic. Plastik jenis ini hanya memerlukan beberapa tahun saja untuk dapat terurai secara sempurna yang jauh lebih cepat daripada plastik jenis biasanya. Oleh sebab itu, penggunaan plastik kini menjadi kian tak terbendung dengan dalih plastik yang mereka gunakan dapat terurai lebih cepat. Bahkan saat ini, hampir di berbagai pusat perbelanjaan telah menggunakan jenis degradable plastic yang digunakan sebagai kantong belanja. Padahal kendati demikian, plastik tetap memerlukan waktu yang tidak singkat untuk terura. Sehingga sampai saat ini, terobosan ini bukan merupakan solusi yang efektif untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat limbah plastik.

Setelah menyadari bahwa solusi degradable plastic kurang dapat membantu dalam mencegah pencemaran lingkungan oleh karena penggunaannya menjadi lebih banyak, pemerintah terdorong untuk membuat kebijakan baru, yaitu menerapkan sistem kantong plastik berbayar. Upaya ini dilakukan agar penggunaan kantong plastik menurun sehingga pencemaran lingkungan akan lebih dapat ditekan. Alih-alih jika kantong plastik yang selama ini didapatkan secara gratis berubah menjadi berbayar, konsumen akan mencari alternatif lain untuk kantong plastic ini. Tentu saja, kebijakan yang baru saja ditetapkan ini menimbulkan banyak pro dan kontra dari kalangan konsumen.

Bukan masalah harga, yaitu Rp. 200,- per kantong plastik, melainkan mereka menganggap bahwa ini sebuah kekeliruan jika yang dibatasi penggunaannya adalah plastik dengan jenis yang mudah terurai, sementara penggunaan plastik untuk kemasan produk yang umumnya berukuran lebih tebal tidak dibatasi. Padahal, tentu saja plastik yang berukuran tebal yang membutuhkan waktu lebih lama untuk terurai daripada degradable plastic.

Pemerintah perlu membuat manajemen yang jelas dan transparansi kepada setiap konsumen ke mana uang dari hasil penjualan kantong plastik tersebut akan mengalir. Jangan sampai penjual lebih diuntungkan dalam hal ini dengan kata lain kebijakan ini memperkaya penjual, sehingga tujuan awal dari kebijakan ini dikaburkan. Dengan melakukan transparansi akan lebih meminimalisir penyalahgunaan kebijakan atas kantong plastik ini.

Memang, penggunaan plastik tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari. Namun, untuk menghindari dari dampak buruk dari pencemaran limbah plastik, kita dapat melakukan hal lain, yaitu dengan mendaur ulangnya kembali. Pertama-tama kita memisahkan antara sampah organik (mudah terurai) maupun non-organik (tidak dapat / susah terurai). Setelah itu sampah non-organik akan dikumpulkan oleh pengepul untuk kemudian didaur ulang menjadi plastik yang baru.

Dengan melakukan hal ini berarti kita menyayangi lingkungan dengan tidak mencemarinya dengan limbah yang kita hasilkan. Akan tetapi, permasalahan yang kita hadapi saat ini adalah keterbatasan alat untuk mendaur ulang sampah plastik itu. Alangkah baiknya, jika pemerintah mengalokasikan dana kantong plastik tersebut untuk mengembangkan produksi daur ulang sampah plastik. Sehingga kebijakan pemerintah tersebut dapat dirasakan oleh banyak orang akan manfaatnya bagi lingkungan sekitar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline