Lihat ke Halaman Asli

Kamar Berdarah dan Lingsir Wengi

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Praaaaang!!!" Duar...Duarr!!
"Maaf...maaf...saya tidak sengaja menjatuhkannya..." Aku buru-buru membungkuk hendak membersihkan pecahan pajangan kaca yang tersenggol oleh tas selempangku.

"Udah, Neng, biarin aja. Nanti biar Mamang saja yang membereskannya."

"Ini kamar utamanya...sudah dibereskan sejak tadi pagi."

Aku mengambil kunci dari si penjaga rumah. Segera masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Penjaga rumah yang pelit bicara itupun berlalu tanpa menitip pesan apa-apa kecuali nomor telepon yang bisa dihubungi bila membutuhkan sesuatu.

Setelah meletakkan beberapa barang bawaanku, aku keluar kamar. Mataku menyapu segala sudut di rumah ini dengan rasa penasaran.

Rumah ini terlalu besar untuk dihuni olehku sendiri. Nuansa cat broken white memenuhi hampir seluruh dinding rumah ini. Jumlah perabotannya juga banyak. Sofa sudut bermotif kembang-kembang di pojok ruang tamu terlihat lusuh, dudukan busanya mulai kempis. Sebagian benang-benang kainnya terburai, seperti bekas cakaran kucing.
Mataku berbalik arah, ke ruangan keluarga. Sebuah televisi berlayar datar ukuran 42 inch tergantung di dinding. Diapit oleh sebuah sound system yang lumayan besar speakernya.

Sofa bed berkain semi oscar berwarna dark oak terlihat santai memandang televisi seolah bebas karena tidak ada yang menidurinya. Di dinding sebelah barat, ada foto seorang anak kecil dalam berbagai pose. Manis sekali wajahnya. Ah, itu pasti anak pemilik rumah ini.

Aku ke ruang belakang. Ini pasti ruang makannya. Deretan kitchen set putih begitu serasi dengan lantainya yang berkeramik warna catur. Meja makan jati berkursi enam berwarna natural begitu terlihat klasik. Hey, aku melihat deretan cangkir-cangkir antik! Tanganku segera mengambilnya, ingin melihat dari dekat.

Tiba -tiba aku mendengar suara sinden ya sangat pelan sekali dan membuat bulu kuduk ku berdiri semua. Akhirnya aku memberanikan diri untuk melihatnya dan suara tuh semakin jelas.

"Lingsir wengi sliramu tumeking sirno…Ojo tangi nggonmu guling…Awas jo ngetoro…Aku lagi bang wingo wingo…Jin setan kang tak utusi…Dadyo sebarang…Wojo lelayu sebet…"

Aku pun ketakutan dan berteriak : "mang ...mang... Mang" . "Ada apa neng" ujarnya. "Tadi ada suara sinden mang" ujarku. "Ah mana ada neng " ujarnya. Aku pun segera bergegas ke kamarku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline