Lihat ke Halaman Asli

Kemah Spiritual Kurangi Kenakalan Siswa di NTB

Diperbarui: 6 Juni 2024   05:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Michael Aryawan / 2024

Mataram - Kemah spiritual menjadi program andalan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam upaya menekan kenakalan siswa. Hal itu ditegaskan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, Aidy Furqan, saat menerima kunjungan Komisi A DPRD DIY bersama puluhan wartawan dari Yogyakarta, senin (3/6/2024).

Dalam pelaksanaanya, para siswa diajak mendirikan tenda di halaman sekolah, sembari mendalami ilmu agamanya masing-masing yang mengajarkan perbuatan baik dalam kehidupan nyata. Selain tuntunan ilmu agama, siswa juga diajak meresapi nilai luhur pancasila, agar kelak mereka bisa terus mempertahankan persatuan dan kesatuan negara, dalam bingkai keragaman bangsa Indonesia.

"Siswa kami ajak piknik di halaman sekolah, kita pasang tenda untuk bermalam, setelah itu kita berikan tuntunan perbuatan baik sesuai ajaran agamanya masing-masing, dan pancasila sebagai ideologi bangsa," ujar Aidy.

Seluruh rangkaian kegiatan kemah spiritual dibiayai menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan tidak memungut biaya sepeser pun dari siswa.

"Pembiayaan kemah spiritual murni menggunakan anggaran minat dan bakat yang disediakan pemerintah melalui BOS," pungkas Aidy.

Sekretaris Komisi A DPRD DIY, Rany Widayati, mengapresiasi kemah spiritual yang dilakukan pemerintah Provinsi NTB. Menurut Rany, program itu bisa dicontoh pemerintah DIY dengan memodifikasi sesuai adat dan budaya lokal Yogyakarta. Soal pembiayaan, Rany menyebut Yogyakarta memiliki dana keistimewaan, sehingga sangat mudah untuk merealisasikan program yang berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan.

"Di Yogyakarta setiap hari kamis pon siswa diminta berpakaian adat di sekolah. Momen budaya itu bisa dipadukan dengan pembinaan keagamaan dan nilai-nilai pancasila, agar siswa termotivasi melakukan kegiatan yang positif," kata Rany.

Selain berdialog dengan para pejabat di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB, Komisi A DPRD DIY bersama wartawan juga mengunjungi Museum Negeri NTB yang memiliki 709 barang koleksi. Sebagian besar barang koleksi di museum ini berasal dari 3 suku besar di NTB, yaitu Sasak, Sumbawa dan Mbojo.

Dari kunjungan itu, tercetus gagasan adanya museum desa di Yogyakarta. Anggota Komisi A DPRD DIY, Yuni Satia Rahayu, menyebut museum yang berbasis pada cerita lokal masyarakat desa sangat mungkin diimplementasikan di Yogyakarta. Menurut Yuni, pembiayaan museum desa bisa menggunakan dana keistimewaan, karena memiliki payung hukum perda Nomor 1 tahun 2022, tentang pendidikan pancasila dan wawasan kebangsaan .

"Tiap desa di Yogyakarta punya sejarah dan benda-benda peninggalan yang bisa dimuseumkan. Tak sekedar menjadi warisan budaya lokal di tiap desa, tapi juga bisa menjadi obyek wisata yang mendatangkan keuntungan ekonomi," ujar Yuni.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline