Michaela Nathaniel Janice
Mahasiswa S1 Prodi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga
Kasus kekerasan dan pelecehan seksual adalah kasus yang akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan dan mendapatkan perhatian yang cukup serius dari berbagai golongan masyarakat. Kasus kekerasan dan pelecehan seksual dapat dikatakan sebagai kejahatan kesusilaan atau moral offences yang bukan hanya menjadi masalah hukum di Indonesia saja melainkan menjadi masalah hukum di semua negara di dunia. Melihat fakta pelaku kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang ada, pelaku kekerasan dan pelecehan seksual tidak hanya didominasi oleh masyarakat yang berpendidikan dan berpenghasilan rendah melainkan pelakunya menembus semua strata sosial dari rendah sampai tinggi. Tentu saja hal ini adalah sebuah hal yang sangat memprihatinkan. Dengan adanya fakta yang demikian, bukanlah menjadi suatu pertanyaan lagi mengapa isu kepercayaan antara masyarakat dengan negaranya tidak kunjung selesai.
Berdasarkan survei yang pernah dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2006 (National Violence against Women Survey/ NVAWS), dilaporkan bahwa 17,6% dari responden wanita dan 3% dari responden pria pernah mengalami kekerasan seksual dan berdasarkan data KPAI, periode 2011-2014, pada tahun 2014 diproyeksi terjadi sebanyak 1380 kasus kejahatan seksual, sedangkan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 525 kasus, tahun 2012 sebanyak 746 kasus, dan tahun 2011 sebanyak 329 kasus kekerasan seksual pada anak (Ningsih, 2018). Melalui data tersebut diketahui bahwa korban kekerasan dan pelecehan seksual tak lagi memandang gender atau usia, pria maupun wanita, dewasa maupun anak-anak, memiliki peluang yang sama untuk menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual.
Di negara Indonesia, HAM merupakan isu yang sangat penting sehingga HAM di Indonesia ditetapkan dan dijamin keberlangsungannya di dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia. Penegakan Hak Asasi Manusia dalam hukum diwujudkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang ada seperti Undang Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi PBB tentang Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan(disingkat sebagai Konvensi Wanita), Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan lain sebagainya.
Seperti kita ketahui bahwa setiap manusia sekalipun korban memiliki hak yang sama dalam suatu negara. Tugas negara adalah melindungi dan memberikan hak yang dimiliki oleh setiap warga negaranya melalui hukum yang berlaku. Sebagaimana HAM dianggap penting di Indonesia, penegakan HAM sebagai upaya pembasmian kasus kekerasan dan pelecehan seksual dapat dilakukan dengan memaksimalkan lembaga-lembaga HAM yang ada di Indonesia. Tidak hanya kelembagaan HAM Indonesia sendiri saja, melainkan aparat penegak hukum seperti polisi juga sepatutnya dikerahkan dan diajar lebih lagi untuk memperhatikan kasus-kasus berbau kekerasan dan pelecehan seksual.
Selain pemerintah, masyarakat juga perlu disosialisasikan kembali terkait pentingnya penegakan HAM dalam segala aspek kehidupan. Sosialisasi dan pendidikan tentang Hak Asasi Manusia harus sudah diberikan sejak dini melalui pendidikan.
Diharapkan dengan upaya-upaya yang dilakukan untuk menegakkan hak asasi manusia di Indonesia dapat membasmi tindakan kekerasan dan pelecehan seksual. Tidak hanya itu, dengan upaya-upaya yang dilakukan juga diharapkan mampu memberikan perlindungan khususnya hak-hak para korban dan memberikan keadilan bagi para korban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H