Hillary Clinton, yang sudah hampir dapat dipastikan menjadi nominasi Partai Demokrat dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat dan menjadi saingan Donald Trump dalam general election, memiliki suatu "kewajiban" yang penting. "Kewajiban" itu terkait dengan rivalnya di Partai Demokrat, Senator Bernie Sanders. Hillary harus mampu menjaring para pendukung Bernie Sanders, yang rata-rata merupakan golongan pemuda, agar dapat mempersatukan Partai Demokrat dan memastikan agar Donald Trump gagal memenangkan Pemilihan Presiden pada November 2016 nanti. Apakah lantas hal tersebut merupakan sesuatu yang mudah dilakukan?
Dinamika persaingan antara Hillary Clinton dan Bernie Sanders sangatlah panas, bila dibandingkan dengan persaingan para calon di Partai Republikan yang seakan-akan hanya melulu soal Donald Trump. Langkah Hillary menuju pencapaian jumlah delegates yang cukup untuk menjadi nominee Partai Demokrat terbilang penuh rintangan dan aral. Bernie Sanders muncul sebagai sosok baru di kalangan masyarakat AS dan dengan cepat menarik hati banyak voters, khususnya kaum muda. Meskipun Sanders begitu dikritik akan prinsip "demokrat sosialis"-nya yang banyak dikaitkan dengan komunisme dan sosialisme kuno, Sanders dianggap sebagai kandidat yang memiliki tanggapan paling positif dari masyarakat, bahkan dibandingkan dengan Clinton dan Trump. Hillary Clinton terlalu banyak mendapat kesan negatif, terutama dari kaum muda pendukung Sanders, apalagi karena kebijakan-kebijakannya di masa lalu yang dianggap begitu bodoh, penuh kebohongan, bahkan menyangkut nyawa jutaan orang. Sedangkan kesan negatif Donald Trump sepertinya lebih mudah dipahami dari hal-hal gila yang tanpa malu ia ungkapkan sendiri.
Meskipun demikian kenyataannya hasil primaries dan caucuses menunjukkan bahwa Bernie juga akhirnya tidak berdaya di hadapan Hillary. Hasil seluruh primaries menunjukkan keunggulan Hillary Clinton dengan selisih lebih dari 3 juta votes. Jumlah delegasi Clinton pun jauh lebih banyak daripada Sanders, walaupun bisa dibilang Sanders terus berusaha mengejar. Meskipun para superdelegates belum benar-benar voting pada Democratic National Convention mendatang, mayoritas besar dari mereka bersedia untuk memilih Hillary. Apalagi Hillary sudah di-endorse oleh tokoh-tokoh paling penting di Demokrat, termasuk Presiden Barack Obama, Wakil Presiden Joe Biden, dan Senator Elizabeth Warren dari Massachusetts. Sedangkan Sanders? Semakin lama semakin keok.
Tampaknya Sanders menjadi korban dalam election tahun ini. Banyak yang mengatakan bahwa berbagai primaries dan caucuses Partai Demokrat telah dibajak sana-sini. Banyak sekali buktinya, contohnya bisa dilihat pada caucus di Colorado, primary di Indiana, primary di Michigan, primary di Montana, dan primary di Rhode Island. Bernie Sanders mendapat vote paling banyak di negara-negara bagian tersebut, tetapi Hillary Clinton mendapatkan lebih banyak delegates daripada Sanders. Padahal seharusnya jumlah vote merepresentasikan porsi delegates yang didapatkan oleh tiap-tiap kandidat. So, (some of) the election processes are absolutely rigged, and Sanders is the victim.
Meskipun Sanders sampai sekarang masih berstatus sebagai kandidat presiden dari Partai Demokrat, meskipun ia banyak dipuji akan keengganannya untuk menyerah dan langsung mendukung Clinton, peluangnya mengalahkan Clinton sudah nol persen. General election sudah pasti merupakan persaingan antara Hillary Clinton dengan Donald Trump. Satu-satunya yang bisa dilakukan Sanders adalah meyakinkan pendukungnya agar dapat memastikan Donald Trump tidak menjadi presiden. Satu-satunya cara adalah by voting for Hillary Clinton, entah mereka mendukung Hillary atau tidak. Hillary memang sudah memiliki citra buruk di kalangan pendukung Sanders, tetapi mau bagaimana lagi.
Sanders telah melakukan hal yang benar dengan segera mengadakan pertemuan dengan Obama dan Clinton secara pribadi, beberapa jam menjelang pencapaian Hillary Clinton menjadi nominee Partai Demokrat. Sanders sudah tepat melakukan konferensi pers yang menyatakan kesiapan dirinya melakukan segala hal untuk menghentikan langkah Donald Trump menuju White House. Clinton tetapi perlu mempersatukan Partai Demokrat dengan menarik hati para pendukung Sanders, agar tidak terjadi perpecahan yang justru menguntungkan Trump sendiri. Dan yang bisa melakukan itu hanyalah Sanders sendiri.
Clinton cukup beruntung karena ia berbagi visi dan misi yang begitu mirip dengan Sanders. Mereka berdua sama-sama memperjuangkan peningkatan upah minimum warga AS, meskipun Clinton mengusulkan $12 sedangkan Sanders mengusulkan $15. Keduanya juga bercita-cita meningkatkan pelayanan kesehatan bagi warga AS, meskipun Sanders menginginkan jalur universal health care sementara Clinton bersikukuh untuk mempertahankan Obamacare. Hal-hal lain juga mereka diskusikan dengan panas dalam debat-debat antara keduanya, namun mereka tetap mempertahankan prinsip-prinsip Partai Demokrat. Sanders perlu meyakinkan pendukungnya bahwa Clinton bisa mencapai visi-misi Sanders sebagai presiden. Masalah para voters menyukai Clinton atau tidak, yang terpenting adalah bersatu untuk mencegah naiknya Donald Trump ke kursi nomor satu di AS di White House.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H