Tulisan ini merupakan bentuk opini saya terhadap sebuah artikel atau catatan pinggir tempo yang ditulis oleh Goenawan Mohamad. Artikel ini terbit pada tempo Senin, 4 Mei 2015. Goenawan Mohamad menulis artikel ini dengan judul “Eksekusi”.Catatan pinggir ini selalu dimuat dalam majalah “Tempo” yang biasa dimuat di akhir halaman dari majalah tersebut. Goenawan Mohamad menuliskan berdasarkan opini Dia dan selalu berhubungan dengan topik-topik terhangat saat ini.
Pada tahun 1914, hukum mati di Algiers di catat dan Algiers adalah tempat yang memiliki catatan mengenai eksekusi mati paling besar dalam sejarah. Kejahatan yang sangat mengancam zaman itu diakhiri dengan hukuman mati, tapi ada saatnya beberapa tahun kemudian hukuman mati itu dianggap tidak ada rasa kemanusiaan. Sehingga sempat ada tersangka yang telah terbukti membunuh, tapi Ia dibebaskan. Seperti yang dituliskan oleh Goenawan Mohamad, eksekusi mati seringnya diberikan agar tidak ada lagi orang-orang yang mengacaukan berjalannya suatu negara, tapi hal itu terkadang jadi hambatan karena di waktu bersamaan banyak juga orang-orang yang membela sehingga eksekusi mati tersebut menjadi terhalangi. Dari diri kita sendiri pun mungkin juga selalu ada rasa seperti tidak tega, tapi kalau dipikir kembali hal seperti itu adalah orang-orang seperti itu memang adalah orang-orang yang layak untuk menerima hukuman tersebut.
Albert Camus, menuliskan akan hal yang didengarnya melalui Ibunya bahwa ayahnya ketika setelah melihat eksekusi mati, langsung tidak dapat berkata-kata dan tiba-tiba muntah. Hal ini dituliskan oleh Camus, dia sendiri dalam tulisannya juga ingin agar hukuman mati itu dihapuskan. Dalam esainya itu Ia menuliskan karena hukuman mati yang disebut sebagai Gullotine yang dikenal dengan hukuman mati yang dilakukan dengan cara pemenggalan kepala. Esai ini bisa ditulis Camus karena cerita dari seorang Arab yang menembak seseorang Arab juga yang sedang piknik di pantai. Aksi membunuh atau kejahatan yang di lakukan seringnya tidak membuat orang tersebut merasa bersalah, karena seringnya mereka melakukan hal tersebut ada desire yang mendorong mereka sehingga mereka tidak merasa bersalah. Namun hal tersebut tetap dianggap bersalah dan pastinya bersalah karena tidak mungkin hal sesadis itu dinilai tidak bersalah.
Kebanyakan orang-orang yang telah di vonis hukuman mati, ketika mereka sudah mau di hukum mati hal itu tidak terlalu kejam dibandingkan saat mereka yang melakukan hal sadis tersebut terhadap orang lain. Menurut saya hal ini juga cukup masuk akal karena memang benar orang yang sudah melakukan hal sadis itu di habiskan tidak terlihat kejam. Karena memang sudah seharusnya orang membunuh maka juga harus dibunuh dengan hukum mati, seperti yang sering kita dengar mata ganti mata yang artinya bahwa kita melakukan kejahatan seperti A, maka kita juga harus menerima hukuman timbal balik seperti A juga. Walaupun mungkin sebenarnya kalau dipikirkan dengan sangat sangat rasional hal itu salah. Begitu juga kita sesama manusia “seharusnya” bisa saling bersikap adil.
Setiap orang yang hidup selalu mau mendapatkan perlakuan yang adil antar sesama manusia. Namun, hal ini seringnya bukan yang menjadi pusat perhatian, tapi apa yang dilakukan orang tersebut apakah itu baik atau tidak itu yang selalu menjadi sorotan. Padahal hal yang kita hakimi atau kita soroto itu belum tentu menujukkan bahwa kita melakukan hal yang adil. Jadi, sebenarnya menurut saya hal itu menunjukkan bahwa semua orang tahu akan adanya keadilan, tapi tidak semua orang bisa melakukan keadilan. Kembali lagi kepada hukuman mati, mungkin hal ini memang adil, tapi banyak juga orang yang menganggapnya itu bukan hal yang adil. Seperti kasus belakangan ini yang sedang hangat diperbincangkan, masalah hukuman mati bagi pengedar narkoba yang ada di Indonesia. Mungkin mereka tidak melakukan pembunuhan kepada orang-orang tertentu, tapi kenapa mereka harus dihukum mati?
Hal ini adalah salah satu hal yang selalu menarik pikiran saya, yang kadang menimbulkan rasa setuju dan terkadang tidak. Menurut saya dengan adanya pengedar narkoba walaupun mereka tidak membunuh, tapi secara tidak langsung mereka juga adalah pembunuh. Namun mereka adalah pembunuh masa depan, yaitu mereka merusak setiap generasi yang dipersiapkan untuk masa depan dan dalam waktu bersama ada juga yang tewas karena mengkonsumsi narkoba yang berlebihan. Perasaan tidak setuju saya muncul ketika saya berpikir bahwa kenapa orang yang hanya mengedarkan narkoba ini sampai dihukum mati, tapi jelas-jelas pencuri uang negara yang begitu besar dan berkeliaran itu tidak dihukum mati? Hal ini jadi membuat saya seperti sudahlah orang mencuri uang negara tidak dihukum tapi pengedar narkoba dihukum untuk apa perlakuan tidak adil ini terjadi? Padahal sudah jelas siapa pelakunya dan mereka hanya dihukum penjara bahkan di penjara pun juga tetap masih bisa hidup dengan nyaman. Oleh karena itu saya jadi terkadang berpikir bahwa saya tidak setuju dengan adanya hukuman mati di Indonesia ini. Karena secara tidak langsung bisa menunjukkan adanya ketidakadilan dalam hukum di negara ini.
Hukuman mati itu tidak selalu membawa keadilan. Mungkin memang adil untuk orang yang membunuh atau melakukan kejahatan sadis lainnya. Seperti juga yang dituliskan oleh catatan pinggir Goenawan Mohamad bahwa salah satu kasus di Colorado, As, seorang Edward Montour yang awalnya telah di vonis untuk mendapat hukuman mati karena kelakuannya membunuh bayi yang baru berumur 11 minggu. Tidak hanya itu saat dipenjara pun Ia juga menghabisi nyawa seorang penjaga. Namun mahkamah agung Colorado pada tahun 2014 memutuskan bahwa Edward tidak jadi dihukum mati dan hanya dihukum penjara seumur hidup; mereka tidak menjamin bahwa tidak ada lagi kasus pembunuhan. Hal ini kemabli membuat saya berpikir bukankah hal seperti ini telah menewaskan 2 jiwa hal yang seharusnya dibalas dengan hukuman mati? Tapi ternyata tidak untuk kasus seperti ini. Jadi menurut saya semuua hanya bisa kembali kepada orang yang memiliki kuasa untuk menentukan hukuman yang layak bagi tersangka tersebut.
“Saya menentang hukuman mati, dan itu saya nyatakan dengan mudah. Tapi saya tahu tak mudah memberi jaminan dengan menetapkan hidup dan mati di jaman seperti ini.”
-Goenawan Mohamad-
Kalimat tersebut mungkin membuat saya menjadi berpikir sedikit berubah, mungkin memang benar bahwa yang kita ucapkan bahwa kita menentang atau tidak akan hukuman mati, hanya sekedar bicara. Tapi kita sendiri juga tidak dapat menjamin bahwa kematian itu tidak mungkin menjauh dari kita dan mungkin hidup akan ada terus pada kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H