Hari ini, tepat satu hari jelang hari ulang tahun kemerdekaan republik tercinta, Indonesia. Banyak nilai yang bisa kita gali berkenaan dengan hal ini.
Salah satunya, kita belajar merdeka dari jeratan ketidakikhlasan menghadapi dinamika yang ada, termasuk menghadapi "kerewelan" dan masalah khas anak-anak di rumah.
Tanpa sadar pula, kita berharap anak kita baik, normatif, terbaik, teladan, punya banyak kecakapan, berdasarkan lintasan pikiran "ingin ditepuktangani dan dipuji orang-orang sekitar".
Bahkan saat anak menangis manja atau merajuk di depan banyak orang, kita rela mencubit bagian tubuhnya demi terciptanya kondisi "aman" dan kita terlepas dari beban rasa malu.
Hal ini perlahan melahirkan kondisi sebab akibat. Artinya, tanpa sadar, cara kita bermanipulasi, direkam dan dicoba langsung oleh anak.
Singkatnya, mereka melakukan apa yang kita lakukan. Mereka mengulang kecemasan persis yang kita contohkan. Mereka memainkan ego-nya hingga melakukan aksi manipulasi.
Adapun contoh-contohnya yang bisa kita gali di lapangan adalah:
1. Berpura-pura demi penghargaan
Anak bisa saja berpura-pura sudah melakukan sholat, atau berpura-pura menjalankan puasa, atau berpura-pura mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Hal ini sebagai bentuk pengharapan dia pada orangtua, yang selama ini dianggap kurang mengapresiasi dirinya atau dianggap pilih kasih.
2. Meniru orangtua atau orang-orang sekitar