Lihat ke Halaman Asli

Miarti Yoga

Konsultan Pengasuhan

Pengasuhan dan Hijrah Perspektif Kelaziman

Diperbarui: 9 Agustus 2021   06:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Ada salah satu fragmen, di mana sekelompok anak remaja terjebak pada keharusan untuk "show up". Mereka merasa "keren" ketika berbeda. Berbeda dengan kelaziman tanpa memperhatikan apakah perilaku tersebut normatif atau tidak. 

Mereka merasa "keren" ketika beramai-ramai memakai celana jeans belel di mana bagian lututnya tercabik-cabik. Merasa keren ketika merokok, merasa keren ketika punya pacar, merasa keren ketika membawa kendaraan, dan yang lebih ekstrem lagi adalah merasa keren ketika ternaung sebagai anggota geng motor.

Lagi-lagi persepsi tersebut hadir sebagai persepsi yang salah kaprah. Dan kelengahan orang tua, bukan tak menjadi salah satu penyebabnya. Artinya, ada perspektif kita yang sebetulnya tidak tepat. 

Selain itu, salah satu penyebab munculnya perilaku-perilaku yang tak diharapkan pada diri anak adalah adanya anggapan biasa terhadap sesuatu yang sebetulnya luar biasa. Atau sebaliknya, anggapan yang luar biasa terhadap sesuatu yang sebetulnya biasa. Adapun beberapa contohnya:

  • Merasa tak masalah ketika anak kita selalu bergantung pada orang lain dan selalu memerintah orang-orang sekitar untuk memenuhi keinginannya, hingga teman-teman sekitarnya merasa terganggu. Lalu kita menganggap hal demikian bukanlah persoalan dengan dalih sebuah kewajaran di dunia anak.
  • Merasa biasa atas keseharian anak kita yang hampir setiap waktu menghabiskan aktivitasnya untuk berada di depan televisi atau main game. Karena yang terpenting bagi kita adalah bahwa mereka bisa "anteng" tanpa mengganggu atau merecoki aktivitas kita.
  • Merasa wajar saat anak sudah terbiasa jajan dalam nominal yang besar atau bolak-balik ke warung dengan kondisi hasrus selalu diikuti kemauannya.. Bahkan merasa bangga dengan hal demikian. Karena besarnya uang jajan mereka dianggap menunjukkan tingginya gaya hidup.
  • Merasa lazim jika lulus dari bagku Sekolah Dasar berarti berhenti mengaji, sehingga merasa tak apa-apa saat anak kita tak belajar mengaji di madrasah atau di masjid atau di rumah.
  • Merasa wajar ketika anak kita berbaur mesra dengan lawan jenis atau teribat dalam konteks pacaran, dengan dalih bahwa hal demikian adalah lumrah terjadi pada anak remaja.
  • Merasa bangga saat anak gadis sudah ada yang memacari, sehingga menjadi sebuah jalan atau bukti bahwa gadisnya itu menarik dan ada yang memperhatikan..
  • Merasa tak masalah dengan kebiasaan anak kita yang sebetulnya melanggar kodrat, seperti anak laki-laki berdandan dengan gaya perempuan atau perempuan berdandan dengan gaya laki-laki.
  • Dan lain-lain.

Ayah Bunda yang dirahmati Allah. Semoga kita senantiasa diluruskan dari segala niat dan harapan. Semoga kita dijaga oleh Allah Swt. untuk selalu berada di dalam perspektif yang wajar dan tepat. Semoga momentum 1 Muharram menjadi sebaik-baik momentum untuk kita berhijrah perspektif.

Terima kasih dan salam pengasuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline