Lihat ke Halaman Asli

Miarti Yoga

Konsultan Pengasuhan

Antara "New Normal" dan Darurat Gagasan Dunia Pendidikan

Diperbarui: 22 Juni 2020   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Oleh: Miarti Yoga

Kurang lebih 3 bulan lamanya, melewati penyesuaian belajar akibat dampak persebaran Covid-19. Meski dimulai dengan kekagetan bahkan kegagapan, meski dengan transisi yang harus dihadapi dengan sikap adaptif, layanan kegiatan disajikan dengan segala observasi terkait apakah pembelajaran telah efektif atau belum, relevan atau tidak, mendapat respons yang baik atau tidak, berdampak buruk atau tidak, dan seterusnya.

Ini bukan perkara sederhana bagi siapapun pengelola lembaga pendidikan. Kecuali memang kalau kita berani "tega" untuk memberikan pelayanan apa adanya. Alias tak perlu menakar perasaan siswa, perasaan guru, perasaan orang tua.

Bukan tak dramatis (atau lebih tepatnya, galau), menghadapi pembelajaran di masa pandemi. Secara pribadi maupun lembaga, saya termasuk resah memikirkan KESEHATAN MENTAL anak-anak. Tentang bagaimana mereka dalam kurun cukup lama tak berjemur matahari. Tentang bagaimana dalam waktu tak sederhana, mereka memendam teriak yang biasa diekspresikan dengan spontan bersama teman. Dan tentang bagaimana keberjalanan pembiasaan mereka, dari mulai tilawah, sholat, hingga khas keseharian lainnya.

Dan bukan tak ada debar. Menunggu keputusan pihak berwenang plus menongkrongi berita tentang kapan kondusifnya keadaan ini dari wabah. Kapan anak-anak bisa dapat kembali menghirup udara sekolah.

Tiba di titik pengumuman. Menunggu kebijakan Mas Menteri Pendidikan. Menyambutnya dengan sukacita, berharap ada gagasan-gagasan yang bisa dikiblati sebagai bahan perancangan formula pembelajaran bila keputusan tahun ajaran baru masih harus kembali dengan format jarak jauh.

Namun apa yang terjadi. Pengumuman yang ditunggu-tunggu itu hanyalah sebuah pengumuman yang sangat mekanistik. Tepatnya, tentang penjadwalan, tentang format pergantian waktu belajar (shift).

Hancurlah ekspektasi yang tinggi dalam ruang hati. Saat slide demi slide yang disusuri itu nyaris tanpa bingkisan ide. Tanpa gagasan.

(Dalam hati). "Tahu akan begini mah, kenapa mesti harus ditunggu-tunggu".

Sedangkan adanya pejabat berwenang itu ibarat IBU. Ibarat kiblat. Ibarat literatur. Ibarat pijakan. Tentang bagaimana kita harus bertindak. Tentang bagaimana kita harus bergerak. Tentang bagaimana kita harus berinovasi. Tentang bagaimana kita harus berkesplorasi.

Maka kembali berotonomi. Meski tetap berharap akan adanya gagasan dari orang berwenang, yang secara hukum adalah orang yang memayungi keberjalanan jihad ini. Jihad pendidikan. Yang secara filosofis adalah pemapah cita-cita anak bangsa. Yang secara psiko-pedagogis adalah pembangkit semangat seluruh insan pendidikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline