Lihat ke Halaman Asli

Miarti Yoga

Konsultan Pendidikan Keluarga

Tausyiah Bocah

Diperbarui: 18 Juni 2020   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

oleh: Miarti Yoga

Tulisan ini sebagai lanjutan dari satu artikel yang berjudul "Kehidupan Adalah Mata Pelajaran". Isi dari tulisan tersebut, tentang sebuah tafakur atas proses belajar anak, di mana seisi rumah dengan segala konteks dan dinamikanya merupakan sumber belajar yang murah dan berharga.

Nah, suatu pagi, saya tertegun (atau lebih tepatnya melongo), saat si bungsu Zidni yang baru akan menginjak dua setangah tahun, berujar dengan spontan. "Miii, kalau orang meninggal itu bakal hidup lagi ga Mi?" Pertanyaan dengan intonasi menggemaskan, plus dikuatkan dengan aksen ekspresi yang lepas.

Saya pun terjeda alias tak langsung menjawab. Lalu berpikir tentang kalimat yang tepat sebagai jawaban untuk "bayi" 29 bulan.

(Dalam hati). Hakikatnya setiap manusia akan dihidupkan kembali (dibangkitkan). Tapi saya berusaha menakar maksud dari pertanyaan anak saya. Dan asumsi yang saya taksir adalah "apakah orang yang sudah meninggal bisa bangun lagi?"

Lalu saya menjawabnya dengan pelan. "Orang meninggal itu, tidur selamanya, Ziid. Gak mungkin datang lagi. Nah, kalau kita-kita nih yang masih hidup. Ketika kita tertidur, walaupun tidurnya pulaaaas, itu akan bangun lagi". 

Demikian jawaban saya, sambil hati-hati mengemas kalimat, agar bocah dengan pertanyaan di luar dugaan itu tetap berada dalam "track" ketauhidan plus berkembang logika sebab akibatnya.

Sebagai orang tua dengan segala kekurangan, saya sangat menikmati segala proses alamiah yang tanpa sadar MENUMBUHKEMBANGKAN kemampuan anak, baik dari sisi spiritual, pemahaman, emosional, dan lain-lain. Maka "budaya mengobrol" pun saya masukkan ke dalam kurikulum kehidupan kami di keluarga.

Artinya, sesederhana bangunan dialog antara kita dengan anak-anak, tanpa sadar kita sedang mengantarkan visi misi kehidupan (maaf jika istilahnya terlalu kaku). Dan ketika dengan alamiahnya kita berkumpul dalam satu waktu dan satu tema obrolan, hakikatnya adalah sebuah HALAQAH (lingkaran pertemuan) di mana kita saling berbagi "insight". 

Bahkan sesederhana berbicara masa lalu kita kepada mereka, tanpa sadar kita sedang mempersuasi pentingnya KETANGGUHAN, pentingnya ENDURANCE, pentingnya HIDUP TAHAN BANTING (lebih enak ketika pengucapan kalimat tersebut sambil diberi latar lagu yang heroik hingga menyerupai monolog).

Dan bila pada tulisan sebelumnya saya mengangkat hakikat life skill sebagai seni bertahan hidup, lalu saya juga bercerita tentang kedua anak saya yang biasa menjadi asesten membantu saya mengetik di smartphone hingga akhirnya mereka terbiasa menulis sesuai kaidah, pada tulisan ini pun saya ingin membuktikan bahwa terhampar luas MATA PELAJARAN di ruang-ruang terdekat kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline