Lihat ke Halaman Asli

Mia Rosmayanti

Freelancer

Tentang Sepucuk Surat yang Datang

Diperbarui: 17 Desember 2020   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku duduk termangu di hadapan selembar kertas dan sebuah pena yang tampak kedinginan. Dua benda itu sama sekali tak tersentuh selama beberapa lama. Aku sama sekali tidak tahu, apa yang harus kutuliskan saat ini.

Beberapa waktu lalu bel rumahku berbunyi lagi, untuk pertama kalinya sejak kehidupan di kota ini mulai meredup. Aku bahkan sudah melupakan betapa aneh dan falsnya bel rumah yang kutinggali seorang diri ini. Aku benar-benar lupa, kalau bel ini harus segera kuganti.

Saat mendengar bel rumah berbunyi, aku meraih sebuah masker dan dengan takut-takut melangkah ke pintu depan. Entah sejak kapan, dunia luar terlihat begitu dingin dan mencekam. Bagiku saat ini, rumah adalah satu-satunya tempat yang hangat dan menawarkan keamanan.

Pintu tanpa cat yang hanya dilapisi pernis itu terlihat semakin dekat. Hingga saat mencapainya, aku memutar membuka kuncinya perlahan-lahan dan dengan gugup membuka pintu rumahku. Saat itu seorang lelaki dengan tas penuh amplop berwarna emas kecokelatan sedang berdiri dan tersenyum ke arahku.

"Apakah benar di sini merupakan kediaman Nona Rayana Alicia?" Tanyanya sambil memastikan sesuatu di note kecil yang berada di tangannya.

"Benar. Saya Rayana Alicia." Jawabku yang berdiri di ambang pintu.

"Oh, bagus sekali kalau begitu. Senang bertemu dengan Anda Nona. Saya ke sini datang untuk mengantarkan sebuah surat kepada Anda. Silahkan." Ucapnya sambil menyerahkan sebuah amplop yang berwarna seragam dengan semua amplop yang ada pada tasnya.

Aku menerima amplop itu dan memandanginya selama beberapa saat. Kuakui aku tidak bisa menahan senyumku saat melihat sebuah cap bergambar semanggi berdaun lima terbubuh manis di atasnya. Sudah sekian lama aku tidak melihatnya.

Setelah diminta untuk membubuhkan tanda tanganku sebagai bukti penerimaan, lelaki itu berpamitan. Ia membentangkan sayap berselimut cahaya itu dan pergi dari hadapanku. Sudah lama aku tidak menyaksikan keajaiban yang hanya bisa dilakukan oleh kurir dari dunia atas. Kuakui, aku hampir melupakannya.

Sesampainya di kamar, aku buru-buru melempar maskerku ke sembarang tempat dan mengambil posisi di sebuah kursi yang dengan elok menghadap sekotak jendela kecil ini. Di sini, aku bisa merasakan setiap hembusan yang kubiarkan menyelip masuk dan bermain-main dengan gorden. Bisa dibilang, ini adalah tempat favoritku untuk menghabiskan waktu.

Tempat ini selalu sempurna, tak perduli bagaimanapun. Bahkan dengan amplop yang sudah terbuka dan surat yang berada di tanganku pun, tempat ini tetap terasa sangat menakjubkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline