Lihat ke Halaman Asli

Berjaga dari Paham Radikalisme di Media Sosial

Diperbarui: 6 Juni 2024   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Radikalisme merupakan sebuah gagasan dan tindakan yang ditujukan untuk melemahkan dan merubah tatanan politik yang telah mapan dengan menggunakan cara-cara kekerasan guna tercapainya sistem baru. Radikalisme masih menjadi narasi yang sering dijumpai di dunia maya, data dari BTPN RI menyebutkan terdapat konten yang bermuatan radikal, yakni sebanyak 13.032 dari tahun 2017 hingga Maret 2019. 

Hal ini mengindikasikan bahwa internet atau media sosial sebagai sarana yang empuk untuk penyebaran paham radikalisme itu sendiri. Media Sosial adalah tempat yang memungkinkan setiap orang dapat bertukar informasi dan menyebarkan informasi secara bebas. Doktrinasi radikalisme bisa saja merasuki diri setiap individu melalui konten-kontenya di media sosial, secara sadar maupun tidak sadar kepada diri individu itu sendiri.

Sebenarnya mengapa kita harus berjaga dari paham radikalisme itu sendiri adalah, paham radikalisme ini merupakan suatu alat yang dapat menghancurkan sebuah tatanan bangsa, menimbulkan ketakutan dan trauma pada masyarakat. Peristiwa Bom Bali merupakan salah satu contoh tindakan dari radikalisme, peristiwa Bom Bali  sendiri telah menelan korban jiwa. 

Terdapat 202 orang tewas dan 209 orang luka-luka. Dari peristiwa Bom Bali ini memberikan dampak trauma kepada masyrakat, khususnya masyarakat Bali itu sendiri. Dari laman berita CNA Indonesia memaparkan bagaimana dampak traumatis yang dialami para korban Bom Bali, Dewa Ketut Widia Putra seorang korban dari kejadian itu menderita trauma psikologis seperti,"Trauma yang paling susah sembuh selalu muncul tiap kali saya terjebak macet. 

Tangan saya jadi dingin. Saya jadi paranoid, kepikiran mungkin bakal ada bom lagi, di mana ledakannya akan terjadi. Sekarang masih seperti itu, 20 tahun setelah kejadian." Selain dampak traumatis yang dihasilkan, dampak perpecahan dan sentimen terhadap agama tertentu pun terjadi. Agama Islam merupakan agama yang diidentikkan dengan agama teroris, hal ini merupakan dampak dari tindakan radikalisme yang kebetulan dilakukan oleh  pelaku yang beragama islam. 

Dikutip dari laman CNN Indonesia, Mentri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan mengapa Islam seringdiidentikkan dengan agama teroris.

Mengapa Islam dikesankan identik dengan teroris? Tentu itu adalah kesan dan anggapan yang tidak benar. Islam adalah agama yang mengajarkan kedamaian, kasih sayang, agar sesama umat manusia saling memanusiakan antara sesama," kata Lukman.  

Namun, Lukman tak menampik bahwa anggapan ini muncul karena sebagian pelaku teror beragama Islam."Namun, kita harus mengakui, di antara mereka yang beragama Islam, mereka mendasarkan pada pemahaman tertentu terkait ajaran Islam," ucap Lukman. Menurut Lukman, hal ini terjadi karena cara pandang mereka yang melampaui batas sehingga muncul tindakan ekstrem. Misalnya, paham mengenai jihad. Dampak yang cukup buruk itu mewajibakan kita untuk berhati-hati terhadap paham radikalisme, penyebaran paham radikalisme lewat media sosial tampaknya terus mengintai, melalui konten-konten dakwah yang mengandung unsur-unsur radikal, terus disebarkan secara masif, maka dari itu masyarakat harus bijak memilih konten-konten untuk dikonsumsi. Masyarakat harus menghindari konten-konten yang mengandung kebencian pada hal yang berbeda dari golongan tertentu dan ajakan-ajakan untuk melakukan kekerasan untuk tercapainya tujuan golongan tertentu yang berbeda dengan golongan lainnya. Tidak semua konten dakwah di media sosial dapat ditelan mentah-mentah, masyarakat. 


 

 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline