Lihat ke Halaman Asli

(KolaborasiRTC) Terbunuh Cinta

Diperbarui: 15 April 2016   18:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Terbunuh Cinta | Koleksi pribadi"][/caption]Aku ingin membunuhnya malam ini. Apakah ia mengira bisa lolos begitu saja, setelah menyakiti hatiku, merampas harta—dan kehormatanku? Suka sama suka, begitu alasannya. Tapi itu sebelum aku tahu motif keji di balik rayuan mautnya.

 Hai pejantanku

Kharismatik mu menyusup di bilik desah ku
Membelai dan membunuh sadar ku
Gentar menjelajah sukma kala tajam sorotmu
Bak pedang merah menikam pilu
 

***

“Kamu puas, sayang?” tanyanya setelah berkali-kali terengah mendaki puncak gunung, memekikkan kata-kata pujangga yang tak tertulis di buku-buku sastra, sebelum akhirnya berguling-guling menuruni lembah terkulai lelah.

Aku mengangguk lemah. Sangat puas, sehingga semua tulangku lolos dari daging. Butir keringat di dadanya yang bidang berkilau dalam sorot sinar temaram lampu taman yang menerobos vitrase jendela kamar.

“Besok Rosita akan mampir ke sini, membawa dokumen yang akan kau tandatangani. Aku telah menandatangani surat wasiatku terlebih dahulu.”

Tanpa ragu aku menandatangani surat wasiatku di depan Rosita, notaris yang mestinya menarik, andai saja kacamatanya tak setebal kaca akuarium seaworld.

*** 

Kini...kau pejantan ku

Debar-debar indah mengejar dan terus mencecar ku
Saat goresan congkak mu mencumbu
Nakal melibas gejolak asmara nan lama membisu
Mendayu manja menghentak erang di kulum beku
 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline