Lihat ke Halaman Asli

Pelita Yang Tak Pernah Padam

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku teringat dengan kisah temanku. Di sebuah kelas, sang guru memberi pertanyaan kepada murid-murid kelas. Pertanyaan sederhana yang jawabannya harus dituliskan di buku masing-masing murid. Apakah cita-citamu? Sang guru melempar pertanyaan kepada murid-murid tentang cita-cita yang ingin diwujudkan di masa depan. Banyak murid, banyak pula jawaban yang berbeda-beda. Selesai menulis jawaban, satu persatu sang guru meminta murid-murid untuk membacakan jawabannya di depan kelas.
“Saya ingin jadi dokter, supaya bisa membantu orang-orang sembuh dari sakit.” salah satu siswa membacakan jawabannya yang sudah tertuliskan di buku tulis. Satu persatu murid-murid maju ke depan kelas dan membacakan jawbaannya.
“Saya ingin jadi perawat.”
“Guru adalah cita-citaku..”
Cita-cita mereka seperti umumnya cita-cita kebanyakan anak-anak. Sampai pada giliran seorang siswa perempuan maju kedepan, ia membacakan tulisannya. “cita-cita saya, saya ingin menjadi (seperti) ibu”, sebutnya. “ibu saya jagoan. Bisa memasak, bersih-bersih, merawat ayah dan kakak. Ibu saya bisa mengerjakan banyak pekerjaan. saya akan bisa menjadi apapun, tapi saya ingin menjadi seperti ibu.”, jelasnya.
Mendengarkan cerita teman saya itu, membuat saya sejenak menunduk. Seolah pandangan saya menempus tempat nun jauh di sana. Teringat pada sosok seorang perempuan yang teduh wajahnya, lembut senyuman dan belaiannya. Saya teringat pada sosok ibu saya. Ada benarnya juga jawaban murid tadi. Menjadi ibu seharusnya dijadikan cita-cita no. 1 sebelum cita-cita apapun. Menjadi ibu memang sebuah kodrat setiap perempuan. Namun, tidak setiap perempuan sanggup melaksanakan tugas-tugas seorang ibu layaknya profesional. Saya sangat bersyukur, saya memiliki seorang ibu yang serba bisa layaknya super hero di rumah. Ya betul, mestinya setiap perempuan mempersiapkan diri agar bisa menjadi seorang ibu yang profesional di kemudian hari, sebelum mempersiapkan menggapai cita-cita yang lain.
Ternyata tidak ada profesi yang lebih hebat dari pada ibu.  Ibu bisa memasak. Bahkan rasa masakan ibu lebih enak dari pada masakan rumah makan. Mungkin karena ibu memasak menggunkaan resep ajaib, yaitu cinta yang diberikan setulusnya. Saya teringat saat memasak bersama ibu di rumah. Sambil meracik bumbu, ibu menjelaskan cara memasak satu menu. Saya sudah lupa apa itu menunya. “garamnya di kasih secukupnya aja,” kata ibu sambil menaburkan garam di atas masakan yang sedang dimasak. “kalau garam secukupnya ya. jangan lupa dikasih cinta setulusnya”, lanjut ibu sesekali bercanda. Saya pun tersenyum lebar. Mungkin itulah rahasia dapur ibu saat memasak. Alhasil, masakan ibu selalu bikin rindu.
Tentu ibu tidak hanya bisa memasak. Ibu adalah orang yang juga paling ahli dalam menata rumah agar tetap bersih dan nyaman dihuni. Setiap pagi, senjata ibu adalah sapu, kemoceng dan kain lap. Di senja hari pun, ibu pasti memegang senjata pamungkas itu lagi. Jika aku memperhatikan ibu setiap harinya, rasa-rasanya ibu tak akan pernah jenak untuk duduk jika masih ada barang yang belum tertata rapi. Adikku sering sekali lupa meletakkan handuk di jemuran kembali setelah selesai mandi. Dan ibu adalah orang yang paling tidak nyaman jika handuk tidak segera diletakkan di tempat jemuran. Ibu tidak akan membiarkan piring dan gelas kotor menggunung di tempat cuci piring. Di ember baju kotor pun, ibu tidak akan jenak memandangi ember yang bertumpuk pakaian kotor. Semua yang kotor harus segera disulap jadi bersih. Mungkin itu yang selalu ibu pikirkan jika berada di dalam rumah.
Hanya itu saja yang dikerjakan ibu? Jangan salah, ibuku memang super hero. Meski mencari uang bukanlah kewajiban seorang istri, namun ibuku bukanlah tipe wanita yang hanya tergantung pada penghasilan suami. Asal ayah mengijinkan, ibu dengan senang hati pasti mengerjakan. Ibu selain ahli memasak, menata rumah, ia juga seorang entrepeneur. Aku sangat kagum dengan sosok ibuku. aku sudah kehabisan kata-kata untuk mengeksprsikan kekagumanku terhadap ibuku. Meskipun pendidikan ibuku tak setinggi aku, tapi aku mesti berguru banyak hal kepada ibuku. Mungkin aku belum bisa sehebat beliau untuk menjadi seorang ibu. Lagi-lagi, ibuku menjadi super hero karena profesinya sebagai guru terbaikku.
Wanita pastilah lembut kasih sayangnya. Ibuku sudah barang tentu termasuk dalam daftar nama yang selalu menebar cinta di dalam keluarga. Perasaannya lembut, selembut kapas putih. Ibu adalah orang yang sigap saat sakitku kambuh. Imun tubuhku memang menurun sejak aku terkena CMV (Cyto Megalo Virus) tahun lalu. Ibuku sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatanku. Apalagi jika aku jauh dari ibu. Setiap hari, nama ibuku selalu ada di daftar riwayat panggilan di dalam handphone-ku. Mungkin perasaannya tak kan pernah tenang jika belum mendengarkan kabar dari anak-anaknya. Tidak ada orang yang lebih perhatian dari ibuku. ibuku selalu memiliki stok kasih sayang dan perhatian yang tak terbatas untuk keluarga terutama untuk anak-anaknya.
Ibu juga memiliki profesi double ganda. Sudah double, ganda pula. Ya seperti itulah ibu. Karena itulah kusebut sebagai super hero. Pahlawan super dalam keluarga. Segala hal yang diberikan oleh ibu, membuatku merenung dan menambah cinta pada pada ibu. Belum ada satu orang pun yang bisa ‘bekerja’ layaknya ibu. Memiliki profesi ganda, serba bisa, dan selalu ada. Ibarat sebuah pelita yang tak pernah padam, senantiasa menerangi orang-orang terkasihnya. Cahaya yang tak berhenti menerangi duniaku, menyaksikanku tumbuh dari buaian hingga saat ini. Namaku selalu ada dalam do’anya. Wajahku pasti lekat dalam bayang-bayangnya. Ibu adalah makhluk yang tak henti mengalirkan kasih sayang dan cintanya. Bahunya tak kan lelah untuk dijadikan sandaran bagi orang-orang yang dicintainya. Kasih sayangnya seperti jalan yang tak berujung. Benarlah kata Dian Sastro, “Woman in the Worth adalah ibuku”. Ibu memang sudah selayaknya mendapat penghargaan sebagai wanita sang pahlawan di dunia ini. Sosok yang selalu memberi inspirasi melalui kasih sayang dan ketulusannya. Aku pun ingin menjadi seperti ibuku. Tokoh keluarga yang luar biasa. Aku ingin menjadi seperti ibu sebelum apapun. Terima kasih ibu.

Mom, you are miracle in my life.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline