Lihat ke Halaman Asli

M. Fadhil

Guna mengirim artikel tulisan dan opini

Menyadarkan Agama Islam dan Budaya

Diperbarui: 7 Juni 2022   12:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banyaknya umat Islam yang ada di Indonesia muncul melalui sejarah yang Panjang dan perkembangan yang begitu lama.Perkembangan tersebut telah memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kehidupan, terutama pada umat Islam di Indonesi yang memiliki keragaman dari mulai ras, suku warna kulit, dan kepercayaan.
Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, Indonesia masih menganut kepercayaan pada benda-benda yang di anggap mempunyai kekuatan gaib dan roh-roh halus yang biasa disebut animism dan dinamisme. Meskipun pada saat yang sama, sebelum Islam masuk ke Indonesia sudah ada agama Hindu dan Budha yang mendominasi.
Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus smuncul sampai saat ini. Fokus pada tema mengenai kedatangan Islam di Indonesia, sejauh ini berkisar pada tiga tema yaitu, tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai wilayah, dari pulau Sumatra berjalan ke pulau Jawa, dan langit ke pulau lainnya. Kerkait dengan kedatangannya Islam dipersempit lagi pada teori masuknya Islam yang dijelaskan oleh berbagai tokoh. Salah satunya teori yang berkembang adalah teori Gujarat pada abad 13 M oleh Snouk Hourgonje, Teori Makkah pada abad 7 oleh Hamka Hamzah, dan teori Persia oleh Hoesein Djajadiningrat.
Dari beberapa pendapat tersebut yakni ditemukan makam Fatimah Binti Maimun (1082) di Leran Gresik, makam Sultan Malik As Saleh (1297) di Samudra Pasai, dan Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat pada tahun 1419. Bukti tersebut menandakan bahwa Islam msuk ke Indonesia pada rentan abad 7-13 H yang di bawa oleh saudagar Arab, India dan Persia.
Penyebaran Islam yang dilakukan oleh para saudagar tersebut terjadi estafet untuk melakukan proses islamisasi di berbagai wilayah Nusnatara. Estafet islamisasi diperankan para waliyullah yang kita kenal dengan sebutan Walisongo. Walisongo meliputi maulana Malik Ibrahim,Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati. Di Indonesia banyak waliyullah yang menyebarkan agama Islam, namun walisongo adalah salah satu Waliyullah yang bertugas menyebarkan agama Islam di tanah jawa.
Budaya atau kebudayaan berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam Bahasa Inggris, kebudayaan disebut Culture yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau Bertani. Kata Culture juga kadang di terjemahkan sebagai “kultur” dalam Bahasa Indonesia.
Menurut Koentjaraningrat, budaya merupakan sebuah sistem gagasan dan rasa, sebuah tindakan serta karya yang dihasilkan oleh manusia di dalam kehidupannya yang bermasyarakat, yang dijadikan kepunyaannya dengan belajar. Budaya dengan kehidupan sangat memberikan dampak pada manusia, baginya budaya adalah kesatuan jiwa dan rasa.
Budaya layaknya udara yang bergerak bebas dan setiap makhluk hidup menghirupnya. Sangat mudah berregenerasi dari hal tersebut, kaitannya dengan tema  yang pertama yaitu proses Islamisasi disebarkan melalui jalur dakwah, yaitu kebudayaan atau kesenian. Sebab kebudayaan adalah jalur termudah yang dapat mengajak orang agar masuk Islam, dibalik kebudayaan yang ditampilkan ada makna syari’at Islam yang disembunyikan.
Seperti halnya Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, dan Sunan Muria yang cara menyebarkan Islam dilakukan dengan kesenian. Sunan Kalijaga menyebarkan Islam dengan kesenian wayang, Sunan Kudus dan Sunan Muria menyebarkan Islam dengan tembang macapat. Cara tersebut berhasil membuat penduduk ramai mendatangi penampilan kesenian tersebut. Dari proses ke proses Walisongo berhasil mengislamkan penduduk ditanah Jawa.
Ada lagi kisah dari Sunan Kudus yang sangat menghormati tradisi Hindu, Sunan Kudus dengan kebaikannya melarang penyembelihan sapi bagiumat Islam di Kota Kudus, dan itu sudah menjadi budaya bagi penduduk kota Kudus yang masih dilestarikan pada zaman milenial ini. Maka dari itu, menghargai kebudayaan lain telah di contohkan oleh Sunan Kudus.
Harus diakui memang ada permasalahan yang dihadapi  oleh umat Islam dalam membedakan antara agama dan budaya, antara Ibadah dan Muamalah, antara urusan agama dan dunia, ataupun antara sunnah dan bid’ah. Secara teoritis, perbedaan antara keduanya dapat dijelaskan. Namun dalam praktek kehidupan, kedua hal tersebut seringkali rancu, kabur dan tidak mudah untuk dibedakan.
 Mengenai agama dan budaya, secara umum dapat dikatakan bahwa agama bersumber dari Allah, sedangkan budaya bersumber dari manusia. Agama adalah “karya”Allah, sedangkan budaya adalah karya manusia. Dengan demikian, agama bukan bagian dari budaya dan budayapun bukan bagian dari agama. Ini tidak berarti bahwa keduanya terpisah sama sekali, melainkan saling berhubungan erat satu sama lain.
Ditengah masyarakat, kita melihat praktek-praktek keberagaman yang bagi Sebagian orang tidak terlalu jelas apakah ia merupakan bagian dari agama atau budaya, misalnya upacara tahlilan pada dasarnya adalah tradisi, bagian dari budaya bangsa yang mungkin telah dilaksanakan sebelum datangnya Islam, yaitu tradisi kumpul-kumpul dirumah duka, yang kemudian di islamkan atau diberi corak Islam. Hal ini perlu dilakukan adalah membenahi pemahaman dan penyikapan umat terhadap praktek-praktek keberagamaan secara proporsional.
Tradisi membakar kemenyan menurut Sunan Kalijaga bukan untuk memanggil arwah yang sudah mati (Tradisi Jawa). Hal ini hanya untuk mengharumkan ruangan. Tradisi sesajen (saji) juga kemudian di adopsi Islam menjadi slametan atau hajatan.
Terkait dengan budaya Islam Arab yang mempengaruhi Islam di tanah Indonesia juga menimbulkan perspektif berbeda dikalangan tokoh ulama’. Jika dikaji lebih lanjut, Islam menyebar dengan dengan Rahmatan Lil’Alamin  dan menghargai satu sama lain. Sebab itu, bukan menyalahkan atau membenarkan dengan adanya perbedaan budaya atau tradisi dari Islam di Indonesia maupun di Arab.
Dewasa ini, Indonesia mengalami krisis kebudayaan. Dari perkembangan fashion yang bersifat dunia hingga aqidah yang bersifat hablum minallah banyak disalah artikan mengenai tradisi Islam arab. Dalam kasus lain, ajaran juga cukup mendominasi.
Kembali dengan tema mengenai bahwa buda akan lebih cepat mempengaruhi kehidupan , ini terlihat pada tradisi Islam Arab  yang ditiru umat Islam di Indonesia beralih menjadi ajaran yang dipegang dengan teguh. Pada prinsipnya, Islam datang kesuatu daerah  (termasuk ke jazirah Arabia sebagai tempat kelahiran) tidak untuk menghapuskan semua produk budaya termasuk tradisi yang sudah hidup ditengah masyarakat. Ada tradisi Arab (masa jahiliah) yang dilarang,ada yang dibiarkan, dan ada juga yang di islamkan dan dijadikan bagian dari ajaran Islam.
Mengetahui ajaran tersebut seharusnya setiap orang Islam di Indonesia, khususnya Ahlussunnah Wal Jama’ah yang menyaring terlebih dahulu  budaya yang masuk dalam konsep mempertahankan kebiasaan kebiasaan lama yang masih baik dan mengambil kebiasaan baru yang lebih baik.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa garis besar yang harus dijalankan adalah menyaring budaya yang masuk, menghargai kebudayaan lain, dan tetap melestarikan budayanya sendiri. Melihat sejarah dulu bagaimana kisah-kisah Waliyullah yang tidak keras dalam menyebarkan agama Islam dan sangat menghargai tradisi yang telah ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline