Pada umumnya masyarakat Sunda identik dengan Provinsi Jawa Barat, namun sejarah mencatat bahwa tanah Sunda saat ini tebelah menjadi tiga provinsi, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Di tanah Sunda juga terdapat sebuah kerajaan yang sejajar dengan Majapahit, yaitu kerajaan Pajajaran. Pada saat itu, Islam masuk dengan mengganti kepercayaan raja sehingga masyarakat Sunda saat ini identik dengan Islam.
Wilayah orang Sunda biasa disebut Tatar Sunda, sebelum terpecah menjadi tiga bagian seperti sekarang wilayah ini dianggap sebagai bagian dari etnik Sunda. Karena itu, ketika berbicara mengenai sejarah Sunda, selalu ada Cirebom, Banten, dan jakarta yang sudah menganggap mereka memiliki etnik sendiri dan bukan etnik Sunda.
Intensifnya Hubungan Islam dan Sunda pada saat ini akan sangat penting jika kita menggali bagaimana pandangan hidup urang Sunda, jika falsafah hidup yang dianut ternyata memiliki pengaruh kuat dari Islam, maka Hampir dipastikan Islam telah menjadi darah daging dari masyarakat Sunda. Jejak budaya keseharian memberikan banyak informasi mengenai bagaimana urang Sunda mendefinisikan kehidupannya dan menjalaninya.
Salah satu warisan budaya yang dimiliki Sunda yaitu Paribasa dan Babasan, di baliknya terdapat suata pandangan hidup yang menjadi kerangka dasar untuk bagaimana orang Sunda menafsirkan berbagai realitas kehidupan. Ada paribasa yang menyebutkan "Kudu hade gogog hade tagog", yang memiliki makna harus menjaga ucapan dan perilaku, ucapan yang baik harus dibarengi dengan perilaku yang sesuai. Dalam islam pun kita diperintahkan untuk menjaga ucapan kita agar tidak menyakiti orang lain.
Dalam keseharian masyarakat Sunda, mungkin ada saja budaya yang tidak mencerminkan keislaman. Ini dikarenakan pengaruh-pengaruh yang disebarkan sebelum Islam datang. Mengingat Islamisasi adalah proses, mungkin saja ada beberapa tempat yang belum berubah sepenuhnya. wallahu alam bissowab.
Nb: Artikel ini ditujukan untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah: Perkembangan Masyarakat Indonesia
yang diampu oleh dosen: Muhamad Eko Sucipto, MIRKH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H