Kediri, Kompasiana - "Aku wae nggak ero nek iki jenenge dalan soekarno, tak kiro mung sampek enggok-enggokan kuwi." (Saya tidak tahu kalau ini namanya Jalan Soekarno, saya kira cuma sampek belokan itu). Ketus salah satu warga yang berprobabilitas besar juga mewakili warga lain mengenai pengetahuan penduduk akan nama-nama jalan di Desa Dawuhan Kidul.
Berdasarkan wawancara dengan perangkat desa oleh tim KKN'47 IAIN Kediri, nama jalan pada google maps tidak memiliki keselarasan dengan yang tercatat di arsip desa baik dari segi jumlah maupun posisi. Tidak hanya itu, sebagian adimarga belum memiliki identitas, sehingga menambah durasi interview sebab menanti perangkat desa menentukan nama jalan tersebut.
Tim Dokumentasi KKN'47 IAN Kediri
Ketika memandang ke sisi barat, netra tertuju pada panorama pegunungan, salah satunya Gunung Wilis. Itulah yang menginspirasi masyarakat dalam mencetuskan titel adimarga menggunakan nama pegunungan. Selain itu, plang bertorehkan 'makam' juga didirikan agar orang membangun etiket ketika melewati pemakaman, misalnya membunyikan klakson kendaraan.
Tim Dokumentasi KKN'47 IAN Kediri
Memencet bel transportasi tatkala melintasi makam adalah tradisi, sebagai bentuk menghormati dan mengenang leluhur, mengingatkan tentang pentingnya menghargai hidup sembari merenungkan kematian. Hal ini adalah alarm kerentanan kita selaku manusia, lebih sadar dan terhubung dengan perasaan kemanusiaan laksana sketsa moderasi beragama yang begitu kirana.
Editor: Syafiqah dan Tim KKN 47 IAIN Kediri
Follow our social media & enjoy our awesome activities ! Instagram KKN 47 IAIN Kediri