Muhammad Hamzah, Makassar. Kawan, kita tidaklah tertinggal dari bangsa-bangsa lain yang dianggap lebih maju dan kuat.
Yang terjadi adalah KITA MENINGGALKAN PERBUATAN/KEBIASAAN/ADAT yang membuat bangsa ini maju dan kuat.
Contoh yang sangat kecil dan sederhana. Kita MAMPU membuat PESAWAT TERBANG dan beberapa peralatan/perlengkapan militer. Namun lihatlah apa yang telah kita lakukan terhadap KEMAMPUAN KITA SENDIRI!
Kita "meninggalkannya"!
Bangsa Indonesia melahirkan banyak sekali orang-orang kreatif, penemu, atau inovator dari rahimnya. Namun apa yang justru dilakukan oleh (sebagian) dari kita? Kita "meninggalkan" mereka. Balasannya? Mereka "meninggalkan" kita, a brain drain.
Mau menengok beberapa puluh tahun silam?
Baiklah.
Dari buku sejarah, kita mengenal tokoh-tokoh pergerakan pada masa (menjelang) kemerdekaan. Coba periksa: kemampuan bahasa asing mereka, pemikiran mereka, pola/sikap hidup sederhana mereka, pergaulan internasional mereka, dan seterusnya. Kemudian ajukan pertanyaan ini: dari sistem pendidikan apakah/manakah mereka lahir? Bila (berbagai) sistem pendidikan pada masa itu melahirkan tokoh-tokoh sekaliber mereka, mengapa kemudian setelah enam puluh tahun lebih, sistem pendidikan yang kita gunakan, jangankan melampaui mereka, melahirkan sosok pribadi seperti mereka saja belum berhasil? Apakah masa enam puluh tahun merdeka amat sangat sempit bagi bangsa ini untuk melahirkan sosok pribadi yang melampaui para tokoh tersebut?
Bahkan, jauh sebelum tokoh-tokoh pergerakan di atas, beberapa "ilmuwan" (baca:ulama Islam) yang berasal dari beberapa daerah yang kini menjadi bagian Indonesia, meraih status sebagai ilmuwan dunia karena mengajar di salah satu pusat Islam dunia: Makkah.
Mengapa kita meninggalkan (ruh) sistem pendidikan yang telah melahirkan sosok-sok hebat di atas?
Bila dunia mengenal epik "Mahabharata", maka kini dunia juga mengenal Sureq Galigo ( La Galigo) yang diduga usianya LEBIH TUA dari Mahabharata.