Lihat ke Halaman Asli

Mhalik Parilele

Sivil Society

Kenalkan, Desa Pemilik Filosofis dan Kekuatan Mistis di Balik Nama

Diperbarui: 10 Oktober 2017   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Kolono dimalam hari. (dok. pribadi)

Mari berkenalan dengan desa saya. Desa yang penuh dengan berbagai filosofi mistis tentang 'Nama'. Saya dilahirkan disebuah desa kecil daerah Morowali, Sulawesi Tengah. Desa Kolono. Sebuah desa yang memiliki laut dan pegunungan yang menakjubkan, menurut saya. 

Nama 'Kolono' sendiri di ambil dari bahasa daearah: Bahasa Bungku (Bungku merupakan nama salah satu kerajaan yang pernah ada di daerah Kabupaten Morowali, Sekarang masyarakat lebih akrab mengartikan 'Bungku' adalah Suku). Terdiri dari dua suku kata "Ko" yang memiliki arti Kau dan "Lono" yang memiliki arti Larut, Lenyap, Hilang, jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Secara etimologi, maka 'Kolono' dapat diartikan: Kau Lenyap.

Penamaan ini tidak muncul dengan begitu saja. (Sebelum nama 'Kolono' di gunakan, Desa saya lebih dikenal dengan sebutan Desa Pombine. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, Pombine ialah seseorang yang pertama kali menemukan dan membangun perumahan di desa saya). Dari 'Pombine' yang berubah menjadi 'Kolono' punya cerita unik yang patut kamu simak.

Tidak ada yang mengetahui pasti sejak kapan nama 'Kolono' melekat menjadi nama resmi Desa saya. Tetapi paling tidak, sesuai cerita turun temurun dari generasi ke genarasi, kami mengetahui alasan kenapa desa ini bernama desa Kolono.

Dimulai dengan orang-orang zaman dulu yang banyak berniat dan melakukan kejahatan di Desa ini. Seperti melakukan pencurian, penipuan, dan membuat keonaran. akibatnya masyarakat semakin resah dibuatnya. Timbul perasaan khawatir saat akan dan sedang melaut, kekebun dan beraktivitas lainnya. Tidak ada ketenangan di dalam kampung. Anak perempuan tidak diizinkan berkeliaran dimalam hari. Sementara orang tua dan pemuda laki-laki selalu rutin jaga malam.

Sampai suatu ketika, para petuah-petuah kampung berkumpul. Membahas dan merencanakan sesuatu yang akan dilakukan untuk memberikan perlindungan ekstra. Tentulah, ketika para petuah yang berkumpul, bukan membahas peraturan desa secara tertulis atau patungan modal membeli persenjataan. Melainkan menghimpun satu-satunya sumber daya yang tersisa. Sumber Daya Ghaib. Kekuatan supranatural yang hampir dimiliki setiap orang dizaman nenek moyang kita dahulu.

Masyarakat melakukan upacara adat di dalam kampung. Dipimpin langsung oleh para petuah. Salah satu ritual yang dilakukan adalah menggaris permukaan tanah. Ini bukan sekedar menggaris biasa. Masyarakat di kampung saya percaya bahwa lekukan yang digaris itu merupakan lafaz Al-Qur'an. Mengandung do'a. Seluruh permukaan tanah  tidak luput dari garis tersebut. Bukan hanya manusia yang bekerja, namun ada kekuatan metafisik yang membantu bekerja. Sehingga menjadikan tanah tersebut memiliki kekuatan mistis atau disebut keramat.

Menurut cerita yang beredar dalam masyarakat, usai pelaksanaan upacara ritual, semakin hari kampung menunjukan kemajuan positif dengan baik. Masyarakat sekitar sangat meyakini bahwa tanah desa telah terlindungi. Pantang terhadap orang-orang yang berbuat jahat. Jangankan sudah melakukan tindakan kejahatan, masih tahap proses saja sudah mampu dideteksi oleh tanah keramat ini. Tidak sedikit orang-orang yang kemudian berniat jahat, tiba-tiba saja jatuh sakit, bahkan sampai meninggal dunia. 

Biasanya masyarakat mengetahui bahwa orang yang bersangkutan itu jahat setelah sudah kembali meninggalkan desa atau ketika sudah meninggal. Paling lama mereka bertahan sekitar 2 minggu, jika tidak  cepat beranjak pergi maka malaikat maut yang akan menjemput. Ini sudah seperti hukum alam yang berlaku.

Masyarakat kami masih sangat percaya jika tanah ini masih tetap keramat. Sekitar 6 atau 7 tahun lalu, ada seorang bapak yang kira-kira usianya memasuki 50an tahun. Tidak jelas asal muasalnya. Datang menawarkan kemasyarakat cara jitu cepat kaya. Caranya dengan mengajak sebanyak-banyaknya warga untuk bergabung kedalam kelompoknya. Dengan catatan membayar uang pendaftaran minimal Rp 1.500.000. Uang pendaftaran tersebut terhitung sebagai modal.

 Makin banyak modal maka akan semakin banyak keuntungan. Kurang lebih seperti prinsip Multi Level Marketing (MLM). Tapi ini bukan MLM karena tidak ada produk barang maupun jasa yang ditawarkan. Ditambah lagi kelompok ini harus melakukan ritual-ritual yang aneh setiap malam jumat. Pakaiannya harus serba kuning.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline