Abad baru telah terbuka melalui inisiasi munculnya Metaverse yang di agung-agungkan sebagai lompatan dalam ilmu pengetahuan digital yang jauh lebih tinggi. Namun realita berkata lain, jauh di ujung negeri bahkan listrik pun belum ada. Terlalu jauh berbicara mengenai metaverse di lingkungan mereka.
Perkembangan teknologi yang belum kereta menyebabkan isu metaverse hanya bualan di kota-kota besar bagi para pencari uang lewat jasa internet. Kenyataannya, pemegang kekuasaan di dunia maya tersebut tetaplah para pengusaha digital dengan biaya yang sangat mahal.
Hal yang tak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat yang masih berada di kelas menengah ke bawah. Perkembangan teknologi masih perlu menjamah sudut-sudut negeri dengan dukungan fasilitas yang memadai.
Walau demikian, diakui tidak sedikit para pemain digital datang dari wilayah tak dikenal. Dengan modal ilmu dari internet dan fasilitas komputer rakitan, ide-ide segar dan out of the box muncul. Sebut saja anak-anak muda lulusan SMK yang mampu bersaing dengan para enginer mesin pesawat terbang di sesi perlombaan dunia. Selain itu para ilmuwan yang beebekal buku teks pelajaran mampu membuat rakitan komputer sendiri bahkan dia saudara di daerah pedesaan yang mampu menghasilkan pundi-pundi rezeki dari jualan logo kreatif dari rumah sederhana mereka.
Hal ini menunjukkan, walau dunia digital terkesan ekslusif dan jauh dari kesan wilayah pinggiran namun pemikiran, seni dan ide kreatif tak akan terhalang oleh batasan dukungan fasilitas dan jarak yang terisolir dari dunia megah perkotaan. Inovasi dan kreasi baru muncul dari pola pikir yang terus diasah.
Dunia metaverse merupakan peluang bagi talenta muda berbakat negeri untuk berkembang dan mengaktualisasikan dirinya lebih luas. Tantangan sumber daya yang terbatas tak menghalangi inovasi untuk muncul di permukaan. Dunia metaverse bagai utopia yang semarak dengan pengembangan tanpa batas. Walau mungkin ke depan metaverse tetap hanyalah mainan untuk mengisi waktu luang, mencari hasil sampingan dalam memenuhi kebutuhan pokok yang tak mungkin tergantikan. Di pelosok negeri metaverse sekedar mainan orang-orang kota yang menjadi tambahan saku untukengisi waktu luangnua, sedangkan di sudut negeri mereka masih harus berjuang memenuhi perut dengan kompor yang masih menggunakan kayu bakar dan penerangan lampu minyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H