Lihat ke Halaman Asli

Kaleidoskop Rindu

Diperbarui: 22 Desember 2015   05:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pagi yang setia
Pada embun yang kian renta
Siang yang lugu
Mendekap matahari
Yang lelap di bawah alismu
Dan sore yang luka
Ditinggal senja yang menua

Aku dan musim
Bagai pengantin yang berzikir
Di atas tanah kering
Dan retak oleh doa

Kemarau menjadi luapan rindu
Hujan menjadi nama Ibu

Ia lahir di antara dedaunan kering
Menjadi sumur tanpa sumber
Dan mengering di pipimu
Tanpa hujan yang berpijak
Pada air mata yang meresap
Di bawah rembulan
Yang mengakar di wajahmu

Aku dan musim
Bagai rindu yang tergenang
Di antara air matamu
Yang selalu mengalir
Menjadi lautan rindu
Tanpa muara
Dan tak pernah renta

Pagi yang setia
Siang yang lugu
Dan sore yang luka
Engkau semakin renta
Merewat rindu dan doa
Di antara wirid hujan dan kemarau

Dan aku mengutuk musim
Yang selalu merenggut rindu
Menikamnya dengan namamu, Ibu.

Di wajahmu
Rindu bermula dan bermuara
Dan di doamu matahari berakhir

Jakarta, 221215 

-Selamat Hari Ibu- 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline