Telapak didirikan pada tahun 1997 di bawah badan hukum Yayasan dengan katagori sebagai organaisasi non-pemerintah (Non Government Organisation), sebelum kemudian secara kelembagaan diubah menjadi Perkumpulan. Sejak awal pendirian organisasi memberi fokus aktivitas terhadap penyelamatan hutan Indonesia dari para pembalak liar dan terus berinovasi mengembangkan model pengelolaan sumberdaya alam hutan secara berkelanjutan. Kekuatan utama Telapak adalah sebagai organisasi berbasis keanggotaan dengan badan hukum Perkumpulan dan memiliki basis di daerah, yang disebut Badan Territory (BT) yang tersebar di 27 provinsi di Indonesia.
Struktur Organisasi
a. Badan Territorry (BT), merupakan bagian dari struktrur resmi kelembagaan Telapak yang dibentuk berdarkan teritorial wilayah di masing-masing daerah tempat asal keanggotaan Telapak. Pembagiannya dan penetapan wilayah teritorial ditentukan oleh rapat anggota, berdasarkan nilai strategis masing-masing daerah. Untuk menjalankan salah satu misi organisasi, maka disetiap BT diwajibkan untuk memfasilitasi berdirinya minimal 1 koperasi rakyat baik dibidang kehutanan disebut comlog (community logging) dan di bidang perikanan yang disebut comfish (community fisheries). Koperasi tersebut akan menjadi bagian dari perusahaan induk yang berpusat di Jakarta dengan peran sebagai stakeholder (mis : supplier kayu, penyedia jasa, dll) dan sebagai shareholder (bagian dari pemilik saham melalui koperasi induk yang akan dibuat kemudian).
Di setiap BT dimungkinkan untuk berdiri perusahaan satelitte untuk mendukung perusahaan induk. Sebagai contoh di BT. Sulawesi Tenggara dibangun industri pengelolaan kayu untuk mensupply kebutuhan PT.SOBI, yakni sebuah perusahan induk yang didirikan Telapak untuk supplier kayu. Perusahaan satelite ditingkat BT ini, akan dimiliki oleh : Investor (bisa berasal dari perusahaan induk, mis: PT.SOBI), Koperasi Rakyat Setempat, Koptel, dan atau hasil kemitraan dengan kegiatan NGO/LSM Lokal. Besar kepemilikan atau usulan pemegang saham yang lain dapat dibicarakan kemudian berdasarkan pertimbangan Telapak (BT dan BPT) serta partner bisnis.
b. Anggota Telapak, sesuai dengan AD/ART perkumpulan Telapak keanggotaan bisa berasal dari profesi apapun sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan organisasi. Anggota Telapak harus tergabung dalam salah satu BT dimana individu tinggal dan beraktivitas. Anggota Telapak juga bisa berasal dari anggota dari Koperasi rakyat, NGO Lokal di tingkat BT, bagian dari NGO Nasional/internasional atau independen sebagai PNS, wiraswasta atau profesional lainnya. Setiap anggota Perkumpulan Telapak wajib menjadi anggota Koperasi Telapak dengan membayar iuran pokok, wajib dan sukarela. Setiap anggota akan disertakan dalam jaring pengaman sosial yang dibangun oleh Koperasi Telapak dan berhak memperoleh Sisa Hasil Usaha (SHU) dari Koperasi Telapak setiap tahunnya, sesuai dengan keaktifannya dalam koperasi.
c. Koptel (Koperasi Telapak) adalah lembaga ekonomi yang berlandaskan semangat kekeluargaan dan gotong royong. Koptel adalah sarana untuk menciptakan jaring pengaman sosial bagi seluruh anggotanya. Koptel akan menjadi pemegang saham dari semua usaha-usaha yang digagas oleh Perkumpulan Telapak. Anggota Koptel bersifat inclusive sehingga tidak hanya anggota Perkumpulan Telapak yang menjadi anggotanya. Koptel dimungkinkan untuk merancang dan membangun usaha lain yang mendukung jaring pengaman sosial anggota, seperti unit simpan pinjam, penjualan bahan pokok, asuransi kesehatan dan jaminan hari tua. Hal-hal ini akan dibicarakan terpisah dalam rapat anggota Koptel.
Telapak mendirikan PT.SOBI (Sosial Bisnis Indonesia) dan perusahaan-perusahan lain yang akan dibentuk, atau Perusahaan yang akan didirikan selanjutnya. Perusahan-perusahan dengan bentuk Perseroan Terbatas tersebut adalah merupakan badan usaha kolaborasi yang didirikan Telapak bersama dengan partner investor, profesional dan koperasi. Kepemilikan saham diatur sedemikian rupa dengan pembagian tugas sebagai berikut :
- Profesional bertugas untuk menerjemakan ide menjadi proposal bisnis dan mencari investor yang mau mendukung ide tersebut. Setelah investor ditemukan maka profesional akan bertanggung jawab menjalankan operasional perusahaan secara utuh.
- Telapak dalam hal ini diwakili oleh Koptel, memberikan ide awal dan bertanggung jawab dalam menyiapkan masyarakat untuk berkoperasi dan menjadi bagian dari bisnis model perusahaan (baik sebagai stakeholder maupun shareholder).
- Koperasi akan bertanggung jawab dalam rantai pasok, menjamin pasokan bahan baku sesuai standar, jumlah dan waktu yang disepakati, dan memperluas keanggotaan.
- Investor, memberikan fresh money sesuai yang dibutuhkan dalam bisnis proposal yang dibuat oleh profesional/direksi perusahaan.
- PT.SOBI atau perusahaan lain, tidak memberikan dana langsung kepada Perkumpulan Telapak, kecuali dan yang terkait dengan biaya investasi sosial. PT.SOBI juga tidak memberikan dana langsung kepada Koperasi, kecuali bila terkait transaksi harian sebagai partner bisnis. Dana Deviden, akan diberikan kepada koperasi setiap tahun melalui keputusan RUPS (Rapat Umum Pemengang Saham PT.SOBI).
- Anggota Telapak akan menikmati keuntungan PT.SOBI melalui pembagian SHU
sebagai anggota Koptel.
Alur Dinamika
Aktivitas dan hasil karya awal Telapak melakukan investigasi terhadap praktek pembalakan liar di Kalimantan dan Papua. Hasil investigasi ini dimuat dalam Laporan "The Final Cut: Illegal Logging in Indonesia's Orangutan Parks". Meski hasil penyelidikan ini tidak berhasil mendakwa cukong besar, namun upaya ini memberi dampak memicu dikeluarkan kebijakan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Liar. Dampak hasil kerja dan publikasi laporan investigasi, Telapak mendapat banyak minat dari berbagai kalangan dengan keragaman profesi di Indonesia yang memiliki visi dan misi yang sama dalam pengelolaan sumber daya alam untuk bergabung dalam berbagai kegiatan dan berkeinginan menjadi anggota. Karena di bawah badan hukum Yayasan beberapa status dan profesi tidak dapat memiliki anggota, maka pada tahun 2001 status kelembagaan Telapak berganti badan hukum menjadi Perkumpulan.
Melanjutkan hasil capaian yang dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk penyelematan hutan, Telapak melakukan kegiatan investigasi sosial dengan pilihan lokasi di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil kerja tersebut menemukan bahwa penerapan dan respon kebijakan pemerintah pusat yang tidak sesuai seperti yang diharapkan, Telapak menemukan banyak mafia yang terlibat dalam proses pembalakan liar (illegal logging). Telapak kemudian mengevaluasi upaya yang selama ini dilakukan dan memutuskan untuk mengubah strategi dalam menghadapi penebangan liar. Telapak mengubah strategi untuk melanjutkan misi penyelamatan hutan Indonesia dengan pendekatan ekonomi. Telapak melihat peluang bahwa permintaan kayu bersertifikat di bawah sertifikasi FSC (Forest Stewardship Council) sangat tinggi dari Eropa dan AS.