Lihat ke Halaman Asli

Maya...Maya...Maya...Maya...

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13282754021955804548

Maya-maya

Kertas-kertas lusuh terbuka, sementara debu-debu menyelimuti bajunya yang sobek. Waktu-waktu lalu tergores dan nampaknya dunia penuh maya. Cermin-cermin hidup tertiup angin-angin dingin, sementara maya dan nyata tetap saja sama. Kertas, Pena dan Pensil tiga benda yang usil, memaksa jari jemari bermain dengan hidup yang sama. Berkata Kertas, “ayolah..masih ada warnaku yang putih bersih, hanya saja bajuku lusuh”, “lihat tintaku masih hitam namun tidak pekat”, sang Pena merayu. Sementara Pensil, hanyaberharap-harap cemas dan sang Jari tak kuasa menahan nafsu. Dan aku hanya menatap awan yang berubah-ubah, angin-angin berhembus genit padanya. Awan dan angin, lihatlah! bagai hidup di negeri impian, memaksa awan-awan berubah tak pasti sementara angin riang bermain. “seperti negeriku”, gumamku. Sementara itu, “aku tak kuasa menahan nafsu ini”, sang Jari angkat bicara. “sudahlah tak usah berpikir, kata-kata indahmu sudah cukup mewakili”, si Pena merayu memaksa. Sekali lagi Pensil hanya diam tergeletak. “baiklah akan kulakukan!”, kata sang Jari tak kuasa.

Sang jari menggores, sang Pena menorehkan tinta hitam dan sang Kertas asyik dipijat refleksi, tetapi sekali lagi sang Pensil bisu, gagu dan lumpuh. Sementara sang Jari terus menggores sang Pena dan terlihat sang Kertas hanya pasrah dikotori dengan kata. Sang Jari berpuisi, “Kertas-kertas lusuh terbuka, sementara debu-debu menyelimuti bajunya yang sobek. Waktu-waktu lalu tergores dan nampaknya dunia penuh maya. Cermin-cermin hidup tertiup angin-angin dingin, sementara maya dan nyata tetap saja sama. Dan aku hanya menatap awan yang berubah-ubah, angin-angin berhembus genit padanya. Awan dan angin, lihatlah! bagai hidup di negeri impian, memaksa awan-awan berubah tak pasti sementara angin riang bermain”. Tiba-tiba sang Pena dan sang Kertas tertawa terbahak dan berkata, “hahaa.. akhirya terpuaskan nafsumu”, dan sang Jari hanya diam menahan lelah, sementara Sang Pensil menangis sedih penuh penyesalan.

***

Aku tersadar “alamaak.. aku hidup didunia maya-maya” gumamku sambil tersenyum. Kertas, Pena dan Pensil kembali terbujur kaku. Kertas dengan bajunya lusuh dan sobek, Pena dengan tinta hitamnya yang tak pekat, dan Pensil yang ternyata cacat. Tetapi mengucap kata terakhirnya, “maya-maya, maya-maya, maya-maya”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline