Lihat ke Halaman Asli

'Bud' Tanpa 'Daya'

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Upacara Adat Labuh Laut Larung Sembonyo (Pantai Prigi, Trenggalek)

[caption id="" align="aligncenter" width="672" caption="Upacara Adat Labuh Laut Larung Sembonyo (Pantai Prigi, Trenggalek)"][/caption]

‘Bud’ Tanpa ‘Daya’

*mgkurniawan

Sepatu masuk supaya bisa jadi selop di Indonesia. Lalu kenapa demokrasi masuk ditelan bulat-bulat dan orang-orang melupakan Pancasila?”–Sudjiwo Tejo

Generasi yang akan datang...aduh!

Mendatang—mungkin—anak-anak pinggiran kali di Sidoarjo,

tidak akan lagi bisa ikut bersorak waktu Nyadran.

Bagaimana mau Nyadran?

Wong semakin lama,

kali disana semakin dangkal ditimbun limbah pabrik baja.

Ya Ghaffar, maafkan mereka!

Generasi hari esok...ah!

Esok—bisa saja—anak-anak pedesaan di Pasuruan,

hilang kesempatan nonton Ojung dan belajar sifat seorang ksatria.

Bagaimana mau Ojung?

Wong sawah arena perhelatan,

kalah bersaing dengan gedung-gedung pencakar langit.

Dan lagi, bukankah kali—sebagai nadi irigasi—sudah tidak lagi mengalir?

Ya Waliy, lindungi kami!

Generasi setelah kita...alamak!

Setelah kita—bukan mustahil—anak-anak kampung nelayan di Trenggalek,

lupa caranya bersyukur karena tak pernah larut dalam Larung Sembonyo.

Bagaimana mau Larung Sembonyo?

Wong saban hari,

rumah mereka kena gusur kongsi bisnis pendiri bungalo.

Dan lagi, bukankah sawah—sebagai sumber sesaji—sudah lama kolaps?

Ya Jabbar, kami berserah. Pasrah bongkokan!

Malang, 27 April 2014




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline