Lihat ke Halaman Asli

Menentang Penentang Pancasila

Diperbarui: 1 September 2017   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bangsa dan negara kita kini berusia 72 tahun. Di usia ini, kita boleh jujur bahwa kondisi bangsa dan negara kita sedang tidak "aman". Dikatakan demikian karena belakangan ini muncul ancaman penyimpangan ideologi Pancasila. Ancaman ini semakin nyata dalam ideologi sejumlah organisasi masyarakat (ormas) yang bertentangan dengan Pancasila. Mereka yang tergabung dalam kelompok ormas-ormas tersebut hanya menginginkan keesaan ideologi tertentu dengan menentang Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.

 Tak heran, pemerintah Indonesia di bawah kendali Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan guna  mencegah ancaman pergeseran dasar negara oleh para ormas anti-Pancasila tersebut.

Lantas, bagaimana tanggapan kita terhadap Perppu tersebut? Hemat saya, kita perlu mendukung tindakan tegas pemerintah agar ormas-ormas anti-Pancasila itu tak bisa leluasa merayaukan ideologi-ideologi liar nan sesat---berpotensi memecah-belah keutuhan bangsa dan negara. Tak boleh kompromi dengan mereka yang anti-Pancasila ataupun secara ancang-ancang/terang-terangan mendukung kelompok anti-Pancasila.

Pancasila tak boleh diutak-atik oleh siapapun. Sebab, Pancasila berisikan nilai-nilai luhur keimanan dan ketaqwaan yang tak terbatas pada suku, agama, ras atau antargolongan (SARA) tertentu, tapi Pancasila merangkul semua perbedaan tersebut. Pancasila, sejak kelahirannya pada 1 Juni 1945, sesungguhnya telah menyatukan segala perbedaan di bawah kepakannya.  

Kalau kita memahami Pancasila secara komprehensif dan holistik, semestinya tak ada tindakan diskriminatif dalam segala bentuk apapun. Sebab, bangsa dan negara Indonesia yang dikenal sangat multikulturalistis telah dipersatukan di dalam satu tubuh dan jiwa, yakni Pancasila.

Karenanya, tak boleh ada pihak-pihak tertentu yang merasa diri besar di antara kaum minoritas. Sebaliknya, tak boleh ada yang merasa kecil di antara kaum mayoritas. Tak boleh ada lagi kaveling-kavelingan mengenai kaum mayoritas ataupun minoritas. Kaum mayoritas dan minoritas telah disatu-padukan di bawah cengkraman Garuda Pancasila. 

Kaum mayoritas dan minoritas hanya memiliki satu 'bangsa': Indonesia. Dan, hanya memiliki satu 'ideologi': 'Pancasila'. Pancasila mengajarkan rakyat Indonesia supaya mengimani Tuhan secara teguh. Pancasila menolak adanya komunisme, ateisme, atau aliran-aliran lain yang tak mengakui keberadaan Tuhan. Maka, siapa saja yang menolak Pancasila, bukanlah rakyat Indonesia yang bertuhan.

Pancasila telah menjadi pemersatu keberagaman (segala perbedaan) yang ada di Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke. Pancasila telah menjadi 'jalan' yang memuluskan langkah bangsa dan negara Indonesia mencapai kemerdekaan 72 tahun silam. Pada 18 Agustus 1945, ketika Pancasila disahkan sebagai dasar negara, sebetulnya saat itu pula ia (Pancasila) telah menjadi "perekat negara".

 Sebab, Pancasila telah berhasil melepaskan rantai kesukuan, komunisme, ateisme, dan sejenisnya, dari pasungan individualisme. Bahkan, Pancasila juga berhasil menangkal perjuangan atas nama suku, agama atau kelompok tertentu, sehingga tak ada suatu kelompok suku ataupun agama tertentu yang menepuk dada 'keangkuhan' yang paling berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Itulah sebabnya, Pancasila mengajarkan tentang kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Pancasila tidak mengajarkan bahwa kemerdekaan Indonesia hanya diperjuangkan oleh sekelompok suku atau agama tertentu. Pancasila tak menafikan perjuangan anak bangsa dan negara Indonesia dari ujung timur hingga barat dan dari ujung utara hingga selatan. Akan tetapi, Pancasila mengajarkan tentang kemanusiaan Indonesia secara utuh dan luhur. Maka, siapa saja yang mengangkangi Pancasila, bukanlah rakyat Indonesia yang adil dan beradab. Pancasila telah memanifestasikan nilai ketuhanan dalam bingkai kemanusiaan yang adil dan beradab. Nilai keadilan dan keadaban merupakan realisasi progresif dari nilai ketuhanan itu.

Pancasila tak pernah mengajarkan adanya perpecahan sejak diletakkan para pendiri bangsa dan negara Indonesia. Yang ada hanyalah persatuan. Rakyat Indonesia yang telah bersatu sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 tak boleh dihancurkan oleh gerakan radikalisme separatis apapun. Karena, Pancasila mengagungkan "Persatuan Indonesia", bukan perpecahan Indonesia. Jika kita mengimani Tuhan Yang Maha Esa, mengakui adanya kemanusiaan Indonesia yang adil dan beradab, maka kita juga wajib menjaga persatuan Indonesia. Itulah sebabnya, siapa saja yang berupaya memecah-belah bangsa dan negara Indonesia, bukanlah anak bangsa Indonesia, dan; karenanya, pantas 'diberangkatkan' dari Indonesia. Barang siapa yang berusaha untuk mengoyakkan Pancasila telah melecehkan (menista) Tuhan, bangsa dan negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline