Lihat ke Halaman Asli

Resistensi Mikroba Mengintai Melalui Makanan, Sejauh Apa Upaya Pemerintah Menanggapinya?

Diperbarui: 22 Januari 2016   14:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Wabah penyakit yang disebabkan oleh resistensi mikroba semakin menjadi ancaman bagi warga dunia. Pemahaman tentang penyakit yang dikenal sebagai Antimicrobial Resistance (AMR) dan bagaimana cara mencegahnya perlu segera disosialisasikan kepada masyarakat untuk menekan tingginya risiko. Jika tidak ditanggulangi secara cepat kematian akibat AMR akan lebih tinggi daripada kematian akibat kanker dan penyakit kronis lainnya, diprediksi penyakit ini akan membunuh 300 juta jiwa dalam 50 tahun kedepan jika ancaman penyakit ini tidak ditanggapi secara serius. Penggunaan antibiotik kepada manusia dalam pelayanan kesehatan bukanlah satu-satunya sumber masuknya antibiotik ke dalam tubuh manusia.

Penggunaan antibiotik sebagai tambahan nutrisi bagi hewan ternak juga berperan besar dalam banyaknya jumlah antibiotik yang terkandung di dalam tubuh kita, dan Consummers Union (USA) telah menyimpulkan bahwa ancaman terhadap kesehatan masyarakat dari terlalu sering menggunakan antibiotik pada makanan hewan adalah nyata dan berkembang. Penggunaan obat antimikroba yang terlalu banyak dapat membentuk kekebalan terhadap antimikroba, maka penting untuk menggunakan obat-obatan hanya pada saat dibutuhkan secara medis. Sehingga dengan demikian pengaturan terhadap penggunaan antibiotik terhadap makanan hewan harus diberi pengaturan ketat bahkan larangan seperti yang dilakukan di Amerika Serikat.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2406/Menkes/Per/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 22untuk mengontrol penggunaan antibiotik di Indonesia. Pada peraturan ini antibiotik jelas dilarang digunakan sebagai imbuhan pakan hewan ternak, sehingga telah ada dasar hukum yang dapat digunakan untuk menghentikan penggunaan antibiotik pada salah satu sumber makanan manusia ini.

Namun pengawasan peternakan dan penegakan peraturan hukum ini masih sangat buruk dan sangat harus ditingkatkan. Pemerintah Indonesia telah menyadari ancaman dari Antimicrobial Resistance, sehingga pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 2406/Menkes/Per/XII/ 2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Pengaturan Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik ini hanya memberikan acuan bagi tenaga kesehatan dalam pemberian pelayanan kesehatan terhadap manusia, sedangkan untuk penggunaan antibiotik terhadap hewan diatur dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 22:

Ayat (4) huruf c bahwa:

Setiap orang dilarang menggunakan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan. (Di dalam penjelasan, yang dimaksud dengan hormon tertentu adalah hormon sintetik dan yang dimaksud dengan antibiotik antara lain adalah chloramphenicol dan tetracyclin). Menurut ahli hukum disimpulkan, bahwa antibiotik dilarang digunakan sebagai imbuhan pakan.

Ayat (5) :

Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat di dalam BAB XIII Ketentuan Pidana Pasal 87 disebutkan bahwa : Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Ayat (4) dipidana dengan kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 75 juta,- dan paling banyak Rp. 750 juta,-. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal penyalahgunaan di dalam penggunaan imbuhan pakan adalah termasuk masalah yang serius.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Direktorat Pakan Ternak menyusun Permentan tentang “Pelarangan Penggunaan Hormon Tertentu dan/atau Antibiotik sebagai Imbuhan Pakan” sehingga bisa digunakan/diaplikasikan sebagai acuan oleh pihak terkait terutama di lapangan. Namun sebagian para ahli berpendapat bahwa Indonesia belum waktunya melarang antibiotik sebagai imbuhan pakan, mengingat cara pemeliharaan ternak di Indonesia masih bersistim open house (belum intensif 100%) dan beriklim tropis, sehingga kuman belum bisa dikendalikan hanya melalui pengobatan saja, akan tetapi perlu dibantu dengan pemberian antibiotik imbuhan pakan sebagai tindakan preventif (pencegahan).

Menurut para ahli untuk mengantisipasi dilarangnya penggunaan antibiotik, sebaiknya mulai sekarang agar dipersiapkan alternatif lain yang akan digunakan sebagai pengganti antibiotik dan diharapkan pengganti antibiotik tersebut akan lebih mudah diperoleh, mudah diaplikasikan dan harganya pun dapat bersaing dibanding sebelumnya. Tentunya juga tidak menyebabkan terjadinya residu dan efek samping yang merugikan. Upaya serius untuk mengganti penggunaan antibiotik pada ternak mulai dilakukan oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan yang mulai mengganti antibiotik dengan vaksin sebagai pemasok nutrisi bagi industri perikanan air tawar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline