[caption id="attachment_167194" align="aligncenter" width="533" caption="Bulusaraung dipotret dari Hutan "Kalorang" Tondongkura. (foto : mfaridwm)."][/caption]
Eksotisme Gunung Bulusaraung telah menarik minat para penggemar fotografi untuk memotretnya dari berbagai penjuru. Gunung setinggi sekitar 1353 meter diatas permukaan laut (mdpl) ini dapat dilihat dari Kota Makassar, Maros dan Pangkep. Konon, dari puncak Gunung Bulusaraung dapat dilihat sebagian besar sisi selatan Pulau Sulawesi. Mungkin ini pulalah sebabnya yang mendorong banyak pendaki dan pencinta alam yang mencintai Bulusaraung dan berusaha menaklukkannya.
[caption id="attachment_167195" align="aligncenter" width="600" caption="View Bulusaraung dari Baru-baru, Pangkajene. (foto : mfaridwm)."]
[/caption]
Sebagai fotografer amatiran, saya hanya bisa mengagumi keindahan Bulusaraung dari jauh. Di Pangkep sendiri, eksotisme dan kekokohan Bulusaraung dan kawasan karst yang melingkupinya dapat dinikmati dari Pangkajene, Minasate’ne, Bungoro, Tondong Tallasa, dan terkhusus Balocci. Desa Tompobulu Kecamatan Balocci yang berada pada ketinggian 800 mdpl merupakan desa yang terletak di kaki Gunung Bulusaraung. Menurut penuturan para pendaki, di Tompobulu inilah jalur pendakian ke puncak Bulusaraung dimulai, sekitar 2 km dengan medan yang tidak terlalu sulit.
* * *
Daerah yang berada dibawah kaki Gunung Bulusaraung adalah Tompobulu, Kabupaten Pangkep dan Camba, Kabupaten Maros. Sebagai salah satu obyek wisata alam yang banyak didaki oleh para pencinta alam, Desa Tompobulu dapat dicapai dengan kendaraan mobil atau motor dari Kota Makassar sekitar tiga jam. Sejak Tahun 2007 Gunung Bulusaraung masuk dalam wilayah Taman Nasional Batimurung Bulusaraung (TN-Babul). Untuk mendakinya, haruslah memasukkan surat permohonan izin pendakian ke Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, yang kantor pusatnya berada di Kabupaten Maros minimal tiga hari sebelum pendakian.
[caption id="attachment_167198" align="aligncenter" width="533" caption="Bulusaraung dilihat dari Kampung Bontomanai, Tondongkura. (foto : mfaridwm)."]
[/caption]
Gunung Bulusaraung bukanlah gunung api, pengelolaannya pun melibatkan pemerintah kabupaten setempat. Pengelolaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN-Babul) dibagi dalam dua kantor, yaitu Kantor Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I bertempat di Desa Kabba Kabupaten Pangkep dan Kantor Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II di Kabupaten Maros.
[caption id="attachment_167208" align="aligncenter" width="600" caption="Bulusaraung dilihat dari Bonto Tinggi, Tondong Kura. (foto : mfaridwm)."]
[/caption]
Berdasar urgensi dan pertimbangan potensi, Taman Nasional ini dibagi dalam empat zona, yaitu zona inti (sanctuary zone), zona rimba (wilderness zone), zona pemanfaatan intensif (intensive use zone), dan zona penyangga (buffer zone). Pada TN – Babul yang melingkupi ribuan hektar kawasan karst terindah kedua setelah China ini didalamnya terdapat sekitar 248 spesies tumbuhan yang hidup. Juga terdapat banyak jenis fauna yang endemik, diantaranya adalah Kera Hitam (macaca maura), Burung Enggang kecil (penelopides caseduik), burung Enggang besar (rhiticherius caseddik), Kupu – kupu (triodes holiptron), Kuskus Beruang (pharangerursius), dan musang (macrogolidia masenbraiki).
[caption id="attachment_167199" align="aligncenter" width="538" caption="Kuskus yang hidup dalam kawasan karst Bantimurung Bulusaraung. (foto : ist/disbudpar Pangkep)."]
[/caption]
Taman Nasional Batimurung Bulusaraung (TN – Babul) menyimpan banyak potensi wisata alam dan wisata budaya prasejarah didalamnya. Dalam kawasan Taman Nasional ini terdapat puluhan gua prasejarah, baik di Pangkep maupun di Maros, yang membelah keduanya terdapat sungai yang disebut Sungai Pattunuang. Disekitarnya terdapat Gua Pattunuang dan batu besar yang dipercayai oleh masyarakat sekitar sebagai kapal kandas yang membatu (biseang labboro), selain tentunya yang paling terkenal adalah kenyataan bahwa kawasan ini dihuni oleh ratusan spesies kupu – kupu sehingga dinamai Kerajaan Kupu –kupu (Kingdom of Butterfly) yang dikelola oleh BKSDA Sulawesi Selatan.
[caption id="attachment_167201" align="aligncenter" width="400" caption="View Bulusaraung dari Bonto Tinggi, Tondong Kura. (foto : mfaridwm)."]
[/caption] [caption id="attachment_167202" align="aligncenter" width="400" caption="View Bulusaraung dari Bonto Manai, Tondong Kura. (foto : mfaridwm)."]
[/caption] [caption id="attachment_167203" align="aligncenter" width="533" caption="Gunung Bulusaraung dilihat dari Bonto Manai, Tondongkura. (foto : mfaridwm)."]
[/caption]
Bagi pencinta alam yang telah sampai di Tompobulu, Balocci, mereka punya kesempatan untuk mendaki gunung eksotik Bulusaraung yang puncaknya berbentuknya seperti tudung petani itu hanya dalam dua jam. Dalam jalur pendakian Gunung Bulusaraung terdapat sepuluh pos yang disiapkan dan dari pos ke pos hanya dibutuhkan waktu 15 menit waktu mendaki untuk beristirahat dan berkemah, malahan di pos pendakian sembilan terdapat sumber mata air dan setelahnya harus lebih berhati – hati karena banyak bebatuan terjal untuk selanjutnya mencapai puncaknya. Informasi ini saya terima dari sebagian besar orang tua di Tompobulu Balocci dan sekitarnya yang memiliki kenangan di masa mudanya dalam mendaki Bulusaraung.
* * *
Gunung Bulusaraung tak hanya dapat dinikmati oleh para pendaki gunung, tapi pesonanya dapat dinikmati dari desa – desa terdekat dari Tompobulu, Kecamatan Balocci. Katakanlah itu dipotret dari Desa Malaka dan Desa Tondongkura, Kecamatan Tondong Tallasa yang hanya berbeda ketinggian dengan Tompobulu sekitar 150 – 200 mdpl. Sepekan terakhir ini, saya menyempatkan memotret puncak Gunung Bulusaraung dari Kampung Bonto Manai dan Bonto Tinggi Desa Tondongkura meski hanya dengan kamera digital biasa 2.7” LCD.
[caption id="attachment_167204" align="aligncenter" width="400" caption="Bulusaraung dilihat dari Bonto Tinggi, Tondongkura. (foto : mfaridwm)."]
[/caption] [caption id="attachment_167205" align="aligncenter" width="400" caption="Bulusaraung dilihat dari Bonto Panno, Tondongkura. (foto : mfaridwm)."]
[/caption]
Hasilnya tak jauh beda dengan pengambilan obyek foto dari sisi barat Bulusaraung jika dipotret dari Baru – baru, Pangkajene dengan pengambilan obyek foto dari sisi utara Bulusaraung di Desa Tondongkura. Hanya saja dari Tondongkura, sisi utara Bulusaraung nampak dibawahnya terdapat lobang menganga berselonjor pada bagian bawah gunung. Jika diperhatikan secara seksama akan tampak seperti “Buttu Kabobong” pada erostisme Gunung Nona di Enrekang.
[caption id="attachment_167206" align="aligncenter" width="533" caption="Bulusaraung dilihat dari Bonto Tinggi, Tondongkura. (foto : mfaridwm)."]
[/caption] [caption id="attachment_167207" align="aligncenter" width="533" caption="Bulusaraung pada petang hari dipotret di Malaka, dalam perjalanan pulang ke Pangkajene. (foto : mfaridwm)."]
[/caption]
Sebenarnya pemandangan (view) Bulusaraung yang terlihat dari Tondongkura sangat menarik untuk dijadikan obyek fotografi. Pemerintah Desa (Pemdes) setempat sebenarnya bisa mengapresiasinya dengan menempatkan satu atau dua pos pemotretan sekaligus tempat peristirahatan. Menariknya karena hal ini bersesuaian dengan rencana Pemerintah Propinsi (Pemprop) Sulsel untuk membangun jalan poros Bone – Pangkep melalui jalan desa Tondongkura, bisa dipaketkan dengan obyek eko-wisata dan permandian alam (Parang Lombasa’, Baruttunga, dan Ere Tallasa) yang telah ada sebelumnya. (*).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H