Seiring waktu, seiring juga bertumbuhnya angka kepadatan kependudukan. Terhitung, 7,53 miliar orang tinggal di permukaan bumi di tahun 2017 dan luas daratan hanya mencapai 180 juta km2. Dengan perhitungan matematis, artinya setiap orang hanya bisa menempati bagian dari luas daratan sebesar 0,18 km2. Menariknya, garis penduduk selalu menggambarkan sebuah tanjakan, tidak pernah seperti perosotan. Selain itu, luas daratan selalu mengalami penyusutan. Hal tersebut mengindikasikan nilai 0,18 km2 akan semakin menyusut dengan seiringnya kenaikan garis penduduk.
Potensi ancaman dari kepadatan penduduk tersebut mengancam alokasi ketahanan pangan. Skyscraper lebih mudah ditemui dibandingkan lahan pertanian. Bahkan, dalam potret, Jakarta menempati peringkat ketujuh sebagai kota dengan skyscraper terbanyak (382 unit) di dunia. Padahal, lahan Jakarta hanya sebesar 661,5 km2 dan penduduknya mencapai 10,37 juta jiwa. Dalam proyeksi, Jakarta akan 'lumpuh' di tahun 2040 ketika berada di puncaknya sebesar 11, 3 juta jiwa. 'Hantu' krisis pangan akan semakin mendekati kenyataan.
Penulis berpikir untuk merekayasa bentukan kota Jakarta dengan konsep O-Farm. O-Farm merupakan singkatan dari Ordinat Farming. Konsep ini merekayasa daya dukung skyscraper sebagai wadah pengembangan tanaman dan buah-buahan. O-Farm mempunyai dua tipe, yaitu rooftop based dan edge lengthwise based.
Rooftop based ditujukan untuk tanaman yang membutuhkan paparan penuh sinar matahari, seperti sayur-mayur dan buah-buahan. Tipe rooftop based membutuhkan tanah yang subur. Sebab itu, O-Farm harus mempunyai produsen tanah yang berkewajiban menginkubasi tanah agar bisa subur di atap skyscraper. Atap skyscraper harus dilapisi tanah dari produsen tanah seluas atap tersebut. Rooftop based juga menggunakan paranet sebagai penutup langit-langit atap.
Sementara tipe edge lengthwise based menggunakan teknik menggantung di pinggiran skyscraper. Dikarenakan menggunakan teknik menggantung, edge lengthwise based cocok diterapkan apabila tanaman tersebut menggunakan hidroponik atau aeroponik. Berbeda dengan rooftop based, edge lengthwise based tidak memerlukan tanah sebagai permukaan dasar.
Rekayasa daya dukung skyscraper ini memudahkan pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan nasional, sekalipun di kota Jakarta. Sebab, berbekal kemampuan pertanian dasar dan tanah inkubasi, produksi pertanian dapat langsung dinikmati atau dijual dalam periode tertentu. Sebagai ilustrasi, jika satu skyscraper memanfaatkan dua tipe sekaligus dan asumsi produksi kedua tipe tersebut adalah 3 ton/periode.
Dengan mengalikan asumsi tersebut dengan jumlah skyscraper di Jakarta, maka dalam satu periode panen, Jakarta bisa menghasilkan 1146 ton tanaman dan buah-buahan dari teknik O-Farm. Ditambah, O-Farm tidak menggunakan banyak air karena ditargetkan menggunakan kondensasi uap air dan air hasil proses AC (Air Conditioner). Menggiurkan, bukan?
Konsep O-Farm menjawab tantangan krisis pangan dan krisis RTH (Ruang Terbuka Hijau) secara bersamaan. Selain itu, O-Farm juga dapat membantu memberdayakan masyarakat yang kurang mampu di area Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa). Tentu, konsep O-Farm harus dikalibrasi dengan perkembangan teknologi pertanian saat ini, seperti sensor kelembaman, pengairan otomatis, dan sebagainya.
Selain itu, penerapan konsep O-Farm juga harus mendapat dukungan dari CSR (Corporate Social Responbility) dan NGO (Non Government Organization) sebagai pelaksana lapangan. Pemerintah, dalam hal ini, berperan untuk mendukung secara regulasi.
Jadi, ayo menjadi agen pelaksana O-Farm, Kawan! Bantu Aku dan Air dalam mewujudkan Jakarta yang ideal!