Puji Syukur kepada Tuhan YME dengan perasaan hampir penuh lega. Penantian nan panjang, berliku dan berdarah tanpa keluar darah penulisnya. hingga wafatnya... Akhirnya. Beberapa hari ke depan ini, sekitar Agustus tepatnya. Kita semua patut bersyukur. Mesti. Sangat mesti. Dengan sepenuh-penuhnya rasa syukur.
Sebuah Maha Karya Fenomena Karya Sastrawan Novel Terbesar Tanah Air, yg berjudul "BUMI MANUSIA" akan digubah dan ditayangkan juga oleh satu diantara sutradara terbaik Indonesia, Mas Hanung Bramantyo dkk.
Sebuah perjuangan besar dan bernyali super dari pemuda hebat yg terpanggil hatinya atas nama kemanusiaan universal, mahakarya anak didik revolusi yang menolak segala bentuk ketidakadilan.
Mengutip kata bijak penulis novel ini. "Bilamana sudah tiada lagi keberanian menghadapi kemungkinan segala, lantas apalagi harganya hidup kita ini ? ".
Padanan kata sastra jempolan sarat penuh makna yang padat. Yang kiranya masihlah sangat relevan pada segala situasi hingga saat ini.
Pasalnya, maha karya fenomena yg sudah dialih bahasakan ke- 43 bahasa di dunia ini. Dan telah menjadi bacaan wajib mahasiswa sastra Indonesia. Terdengar agung sekali gaungnya di luar negeri, namun disayangkan, sangat kempislah kokoknya di dalam negeri. Juga Tidak begitu populer ditelinga beberapa kalangan mahasiswa Indonesia.
Hal itu bisa dimaklumi dengan ketenangan dan kesehatan pikiran. Bilamana kita tarik mundur, Mengingat latar belakang penulisnya yang menjadi oposisi politik paling lantang bersuara pada rezim kala itu yang pedas dan tajam menyoroti dan menguliti kebijakan-kebijakannya yang dinilai kurang berpihak pada rakyat.
Kemudian dengan desas-desus propaganda yang dilekatkan padanya karena penulisnya terlibat aktif sebagai pucuk pimpinan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), karya ini konon dilabelkan oleh rezim saat itu sebagai jembatan mengenalkan nilai-nilai Marxisme-Lenin ke Indonesia melalui sastra yang mesti disterilkan di Bumi Indonesia.
Bahkan penulisnya sempat di buang ke perasingan (Pulau Buru) tanpa diadili menurut beberapa literatur dan cerita adiknya Mas (Soesilo Toer).
Hikmah dan Berkah yang dipetik atas pembuangan dan pelecehan kemanusiaan tersebut. Hingga akhirnya, tokoh sastrawan pentolan Indonesia ini; Bung Pram pun berhasil melahirkan Tetralogi Buru pusakanya; Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Memang sangat pahit dan pedih kiranya rasanya, dikaruniai pembuangan lahir batin tanpa diadili. Yang akhirnya melahirkan karya intelektual sastra besar luar biasa tanpa tandingan ini di zamannya. Bahkan, konon sempat ingin dinobatkan sebagai penerima Nobel Prize Award kepenulisan kreatif sebelum dijegal oleh kawannya sendiri yang kurang senang atas prestasinya.
Bagi yang tidak tuntas atau belum pernah coba menyelami 4 novelnya yang saling terkait satu dengan lainnya. Mungkin sekilas akan mudah tercipta gambaran mencekam mengerikan yang mengilukan hati dan mengacaukan pikiran kita atas propaganda tersebut. Namun, ada baiknya. Silakan buktikan saja sendiri dengan pengadilan etis logika di kepala kita masing-masing atas segala informasi yang beredar sejauh ini.