Lihat ke Halaman Asli

Fadli

Peminat sejarah dan budaya

Tradisi Mandi Safar Masyarakat Melayu Daik

Diperbarui: 13 September 2023   19:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mandi Safar di Sungai (Dok. pribadi)

Tradisi mandi Safar bagian dari budaya masyarakat Melayu Daik yang berada di wilayah Kelurahan Daik, dan Kelurahan Daik Sepincan, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau. Tradisi mandi Safar dilaksanakan pada hari Rabu terakhir bulan Safar yang bertujuan sebagai mandi tolak bala, supaya dihindari dari nahas atau segala bencana. Tradisi mandi Safar merupakan budaya yang telah lama ada di Daik khususnya dan Kabupaten Lingga pada umumnya. Orang Melayu di zaman Kerajaan Lingga-Riau juga melakukan ritual mandi Safar. Pada masa kini, tradisi mandi Safar terus dilestarikan oleh masyarakat.

Tradisi mandi Safar merupakan budaya yang dimunculkan oleh umat Islam itu sendiri. Di Daik, sumber tradisi mandi Safar dapat ditemukan dalam Kitab Tajul Mulk berbahasa Melayu yang ditulis menggunakan aksara Arab Melayu. Dalam Kitab Tajul Mulk dikisahkan Syaikh Syarifuddin dalam Kitab Ta'liqah menceritakan bahwa bala takdir dari Allah Swt. setiap setahun sekali sebanyak 12.000 berpindah dari Lauh Mahfuz ke langit dunia pada malam Rabu akhir bulan Safar. 

Ada 7 ayat yang dimulai dengan kalimah bismillahirrahmanirrahim dijadikan doa, dan ditulis lalu direndam dalam air untuk diminum. 7 ayatnya yakni, Bismillahirrahmanirrahim, Salamun qaulammirrabirrahim, Salamun 'ala Nuhin fil 'alamin, Salamun 'ala Ibrahim, Salamun 'ala Musa wa Harun, Salamun 'ala Ilyasin, Salamun 'alaikum thibtum fadkhuluha khalidin, Salamun hiya hatta mathla'il fajr. Dalam Kitab Tajul Mulk ada lafaz niat mandi Safar yang artinya "Aku mandi sengaja pada bulan Shafar dan melalu akan daku oleh Allah ta'ala daripada fitnah Dajjal karena Allah ta'ala".

Sebagian masyarakat percaya adanya nahas di bulan Safar sehingga melaksanakan ritual mandi Safar. Kecelakaan yang terjadi pada hari bulan Safar atau bertepatan hari Rabu terakhir bulan Safar selalu dikaitkan dengan terkena hari nahas. Sebagian yang percaya sangat berhati-hati dalam beraktivitas pada bulan Safar. 

Namun demikian, kepercayaan tentang hari nahas pada bulan Safar tidak sejalan dengan kisah dalam Kitab Tajul Mulk. Kitab Tajul Mulk hanya menceritakan pada malam Rabu terakhir bulan Safar bala berpindah dari Lauh Mahfuz ke langit dunia. Tidak diterangkan bala di langit dunia jatuh pada bulan Safar atau hari Rabu terakhir bulan Safar. Bala yang berada di langit dunia tidak diketahui waktu dan tempat jatuhnya. Kepercayaan tentang adanya hari nahas di bulan Safar juga tidak sejalan dengan hadis Nabi yang berbunyi, "Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa." (HR Imam al-Bukhari dan Muslim).

Kedudukan hadis Nabi lebih utama dan lebih dipercaya. Tradisi mandi Safar bukan karena bulan Safar bulan nahas, tetapi sebagai ikhtiar meminta kepada Allah Swt supaya dijauhkan dari bala bencana.

Ritual Mandi Safar di Lingga tahun 2023. Dokumentasi Can

Di Daik, pelaksanaan mandi Safar dilakukan dengan niat yakni "Aku mandi bulan Safar menolak bala karena Allah ta'ala." Ditulis 7 ayat suci Al-Quran pada sehelai kertas lalu direndam dalam air, dijadikan air mandi dan minum. Tujuannya supaya Allah Swt memberikan keselamatan, dijauhkan dari bala bencana. Untuk menuliskan ayat suci di lembar kertas, masyarakat meminta pertolongan tokoh-tokoh agama. Tujuh ayat suci yang ditulis yakni,

Salamun Qaulammirrabirrahim (Yassin:58)

Artinya: (Dan ucapan) selamat, perkataan daripada Tuhan yang pengasih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline