Lihat ke Halaman Asli

Bonus Demografi: Deposito Negara, Kuantitas Diiringi Kualitas

Diperbarui: 20 September 2016   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 “Banyak anak, banyak rezeki”, kalimat yang tidak lazim sudah didengar di kalangan masyarakat. Dulu, itu kalimat yang sering diucapkan para orang tua saat melihat luasnya Indonesia dengan penduduk yang sedikit. Saat ini slogan itu tidak berlaku. Slogan yang muncul saat ini “dua anak cukup”. Pertumbuhan penduduk tetap menjadi sorotan pemerintah saat ini, walaupun sudah dilakukan program keluarga berencana, pembatasan jaminan kesehatan tanggungan anak bagi pegawai negeri dan swasta, namun tetap saja jumlah penduduk Indonesia menduduki posisi ke 4 negara terpadat penduduknya. Banyak anak, banyak rezeki tidak berlaku lagi saat ini.

 Tapi bagaimana kondisinya saat ini, bila kalimat itu tetap diaplikasikan dalam kehidaupan nyata dalam berkeluarga di zaman ini? Bisa saja, penduduk Indonesia jadi berlipat kali ganda jumlahnya, berhubung dengan usia produktif masyarakat Indonesia termasuk tinggi. Salah satu kekuatan  penting dalam komposisi demografi Indonesia yang memiliki hubungan dengan perekonominan adalah penduduk usia muda Indonesia.

Penduduk usia produktif berpotensi menjadi agen peningkat kesejahteraan bila berkualitas dan berdaya saing tinggi, tapi bias juga menjadi mesin yang menghasilkan kualitas generasi penerus yang menambah angka ketidaksejahteraan suatu negara. Menurut badan pusat data statistik (BPS) pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk Indonesia tahun 2016 lebih dari 255 juta jiwa.

Dan kategori usia produktif lebih 50 persen berada dalam rentan usia produktif berkisar 20 tahun – 35 tahun. Komposisi demografi yang berada pada usia produktif merupakan aset/kekayaan besar bagi suatu negara karena memiliki potensi dalam hal produktifitas dan kreatifitas. 

Itulah harapannya bonus demografi/kekayaan jumlah penduduk menjadi kekuatan serta deposito negara di masa mendatang bila dikelolah dan dibekali pendidikan dan kualitas sejak dini, tetapi kenyataan yang ada jumlah demografi di rentang usia produktif tidak didukung oleh tingkat pendidikan memadai dan lowongan pekerjaan yang menjadi wadah produktifitas dan kreatifiats.

Kenyataan yang ada, semakin banyak menikah usia muda pasangan – pasangan yang berpendidikan hanya tamat SD atau SMP, angka kelahiran tinggi, kualitas anak – anak yang dilahirkan di usia yang terlalu dini menyebabkan kualitas anak – anak yang dilahirkan juga kurang berkualitas,  semakin tinggi angka pengangguran di negara kita ini dan semakin rendahnya pendapatan; berhubungan tingginya pertumbuhan penduduk tidak diikuti oleh perluasan lapangan pekerjaan dan pemerataan pendapatan.

Hal ini juga menimbulkan tingginya angka kriminalitas dan kehidupan anak – anak yang putus sekolah dan masa kanak – kanak dijalani dengan bekerja sebagai pengemis di jalanan atau kuli kasar di tempat – tempat yang memberi upah minim. Apa jadinya kondisi negara ini 20 tahun ke depan,

 bila  tidak ada pengontrolan ledakan jumlah demografi penduduk Indonesia? Kekayaan alam, keanekaragaman budaya, wilayah luas Indonesia yang masih banyak belum dijamah membutuhkan pribadi – pribadi yang gigih dan berkualitas, untuk mengelolah potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia negara ini. Harapan tinggal harapan, bila kenyataan yang ada saat ini tidak diperbaiki. Alangkah baiknya bila bonus demografi Indonesia  menjadi kenyataan dengan slogan kuantitas yang tinggi seharusnya diiringi oleh  kualitas yang baik juga.

twitter @meylonazebdrato

fb: meylona zendrato

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline