Saya pernah bertemu dengan teman yang takut sekali berbicara di tengah perkumpulan orang, atau orang yang tidak akrab dll. Katanya takut salah bicara. Dan rata-rata mereka berumur lebih tua dariku. Maka tak heran, mereka jarang terlibat dalam perkumpulan sosial.
Bahkan ada yang mengatakan bagaimana saya bisa bergaul dengan ibu-ibu & selalu banyak disapa oleh ibu-ibu. Ya, tidak bisa dipungkiri saya juga tidak akan langsung ngomong & cerita panjang lebar kalau tidak nyaman sama orangnya. Tetapi kalau orang yang baru di kenal & di tempat umum, ya bertanya saja mengenai apa yang kita lihat pada saat itu, seperti mengenai anaknya yang lucu. Kalau sedang di RS, ya tanya siapa yang sakit, sakit apa dll. Masalah ngomong-ngomong kayak gitu, saya lihat dari kebiasaan mama, yang dimana-mana supel, tapi supelnya juga bukan sekedar supel tapi ketika orang yang baru dikenalnya itu dilihatnya seperti membutuhkan pertolongan, seperti di RS, mama biasa menawarkan untuk menggendong bayi atau menjaga anak jika orangtuanya ada kepentingan.
Salah satu teman kos saya, bingung-bingung koq tiap mama teman yang datang, saya bisa ajak bicara panjang lebar sambil ketawa-ketawa, kayak sudah akrab gitu. Prinsip saya, yang penting kita memulai pembicaraan dengan hal-hal baik dan jika bisa menarik tapi tidak menjelekkan orang. Dan yang paling utama ketika di jalan atau dimana saja, jika berpapasan usahakan kita memberikan kesan ramah pada awalnya, mulai dari tersenyum dan melihatnya dari arah berlawanan yang masih jauh tapi sudah nampak, biar orang yakin untuk merasa nyaman dengan kita. Kalau tersenyum pas dekat, ya biasanya orang baru mulai beradaptasi untuk tidak canggung, tapi kalau sudah ada kesan ramah dari jauh, orang sudah yakin untuk bersapa ria dengan kita.
Tapi tak dipungkiri, ada saat-saat tertentu saya tidak mau banyak berbicara. Berikut ulasannya:
Dalam sebuah diskusi atau perdebatan dalam suatu komunitas
Ini hasil pengamatan saya di lapangan. Ketika berada dalam sebuah komunitas, pelajari dulu pembawaan orang-orang dalam komunitas tersebut. Kebetulan saya lebih suka sebagai penyimak & selalu menunggu siapa yang pada akhirnya mampu untuk menutup diskusi dengan baik. Tapi jika tidak ada kesempatan untuk mempelajari, ini langkah umum yang bisa diterapkan:
1. Biarkan semua yang suka berbunyi bernyanyi. Karena memang pada dasarnya ada tipe orang yang seperti itu. Biarkan saja, itu salah satu caranya mengaktualisasikan diri. Dari orang seperti ini, kita bisa belajar melihat sudut pandang yang berbeda mengenai pembahasan yang dibicarakan.
2. Pada kesempatan yang sama, jika kita merasa mampu untuk memberikan solusi atau ide kita cukup cemerlang, tahan diri dulu, pelajari permasalahan dari argumen-argumen itu, lalu ambil benang merahnya.
3. Saat yang paling tepat untuk berbicara adalah saat dimana ketika diskusi atau debat itu sudah mulai berputar-putar di situ saja. Dalam hal ini juga, pastikan kita tahu bahwa berapa lama waktu yang disediakan untuk berdiskusi. Jika kondisinya, tidak berputar-putar di situ saja, sisa waktu terakhir harus kita ambil.
4. Upayakan apa yang kita sampaikan menyentuh argumen dua pihak atau lebih yang saling bertentangan dengan alasan-alasan yang logis. Alasan yang logis lebih dapat diterima oleh orang-orang yang banyak berbicara. Jangan asal bunyi, apalagi di saat waktu terakhir. Jika memang tidak yakin, lebih baik tidak usah.
5. Upayakan menyampaikan opini kita secara obyektif, jangan menyerang pribadi. Jika memerlukan untuk menyebut pendapat si A, upayakan untuk mengatakan pada awalnya bahwa itu benar adanya, dan itu akan lebih tepat jika bla bla bla. Jangan menggunakan kata "TAPI", "HANYA SAJA" (mengutip tips Pak Ben Baharuddin) dalam menyanggah pendapat orang lain. Usahakan untuk sopan, tidak mencibir, mencela & merendahkan orang lain.