Setiap orang pasti menginginkan keluarga yang bahagia dan selalu bersama hinggal ajal yang memisahkan, namun tak sedikit yang harus menerima kenyataan bahwa keluarganya harus berpisah dan harus berakhir.
Berakhirnya sebuah hubungan keluarga disebabkan oleh berbagai hal seperti adanya miss communication, adanya orang ketiga dan dll. Hubungan suami istri yang berpisah tanpa adanya seorang anak maka tidak akan begitu berdampak buruk , namun jika hubungan suami istri sudah menghasilkan sebuah anak akan berdampak pada psikis/kejiwaan anak.
Seorang anak yang hidup dan tumbuh di dalam situasi keluarga yang broken home anak memiliki temperamental yang cukup tinggil dan sensitive dengan sesuatu. Ada kalanya orang terdekat harus mengawasi dan mengetahui apa yang anak broken home rasakan.
Karena ada saatnya mereka mencapai titip dimana mereka benar-benar lelah , iri, marah, sedih, dan ingin semua tidak terjadi pada mereka. Mereka akan melakukan hal-hal yang bisa membuat mereka lupa dengan apa yang telah terjadi dengan mereka dan yang paling berbahaya adalah mereka ingin mengakhiri hidup.
Sebagai sesama makhluk social kita harus bisa membantu anak-anak broken home untuk kembali bangkit dan tidak malah mengolok-olok hidup mereka. Seperti kita membuat mereka nyaman dengan kita, membuat mereka tertawa, membawa mereka sebuah tempat yang bisa membuat mereka sejenak melupakan apa yang meraka alami. Dan kita juga bisa mencoba untuk membuat mereka mau untuk bercerita kepada kita agar kita bisa mengetahui apa yang mereka rasa.
Anak broken home bukanlah anak "haram" yang harus dijauhi, ulurkan tangan kita untuk membantu mereka kembali bangkit dan bisa melanjutkan hidup dengan baik tanpa harus ada emosi ataupun dendam pada hati mereka karena orang tua yang berpisah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI