Lihat ke Halaman Asli

Kawal Presiden terpilih, dengan Suara Rakyat

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Munculnya Jokowi sebagai pemimpin terpilih, membuktikan bahwa suara rakyat kecil dan ketulusan sebuah pengabdian ternyata tidak bisa diabaikan, meski selama ini hampir selalu dikalahkan oleh suara politikus yang oportunis.

Suara rakyat menjadi masif dan memiliki legalitas saat pemilihan, baik Pileg ataupun Pilpres.  Bagaimana suara ini nanti saat pemerintahan sudah berjalan ?

Berjalannya kehidupan bernegara berikutnya seperti dibuktikan selama ini, akan ditentukan oleh suara para politikus  di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Namun seperti yang sudah pula terbukti pada masa sebelum ini  ketiga lembaga tersebut ternyata tidak benar-benar menjadi "pengabdi" yang bekerja untuk rakyat, bahkan sangat banyak bukti bahwa personal pejabat ketiga lembaga ini seakan bekerja untuk dirinya sendiri atau kelompoknya, sementara rakyat yang mengantarkannya pada posisi mereka akhirnya hanya penonton yang hanya menerima sisa-sisa dari yang sudah mereka ambil.

Selama ini berpolitik, dimanapun posisinya  tidak lagi sebagai jalan terbaik mengabdi kepada Rakyat, Bangsa dan Negera ini tetapi menjadi salah satu tujuan mencari kehidupan yang "sangat menjanjikan kemuliaan". Berpolitik menjadi cita-cita baru, dimana dahulu setiap orang ingin menjadi Insinyur, Dokter, Arsitek, atau sarjana lainnya agar memiliki potensi mendapatkan kehidupan yang enak.  Namun pada realita kehidupan bernegara di negeri ini, menjadi pejabat dalam dunia politik, - yang semestinya menjadi arena pengabdian - , ternyata bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan peluang yang  jauh lebih besar untuk mendapatkan kehidupan yang enak, dibanding cita-cita kovensinal seperti menjadi dokter, insinyur dan sebagainya tadi.

Itulah yang akhirnya membuat dunia politik tak lebih dari sekedar dunia "mencari makan" yang potensial, yang membuat setiap orang berlomba-lomba mencapainya bahkan sampai berani "berinvestasi" dahulu. Memperkuat dan mengamankan posisi terhadap lawan-lawan politik menjadi agenda utama yang dikerjakan ketika sudah berhasil duduk di sebuah kursi di dunia poliitik. Bekerja atau mengabdi kepada rakyat, yang mestinya menjadi pekerjaan utama, akhirnya hanya menjadi pekerjaan paruh waktu atau sisipan "bila ada waktu". Sekeras apapun suara rakyat memprotes, cukup dibiarkan berlalu seiring berjalannya waktu, toh suara ini tidak mempunyai kekuatan hukum yang akan mempengaruhi posisi dan jabatan yang sudah diperoleh. Sementara gaung Negara Kita adalah Negara Hukum justru dipergunakan untuk melakukan manuver politik untuk mengamankan dan melegalkan tidakan oportunis demi kepentingan pribadi atau kelompoknya.  Sura rakyat hanya sebatas desau angin. Anjing Menggonggong Kafilah Tetap Berlalu.

Akhirnya muncullah pribadi-pribadi pejabat politik yang ternyata masih memiliki idealisme pada "mengabdi rakyat" dan berani melaksanakannya seperti ditunjukkan seorang  Jokowi, Ahok,  Ganjar dan beberapa pejabat fenomal lainnya, meski jumlahnya sangat kecil. Memang tentu banyak pejabat lain yang masih memiliki idealisme tetapi TIDAK BERANI MELAKSANAKAN yang akhirnya tenggelam didalam gemuruhnya suara para politikus oportunis, dan meninggalkan rakyat.

Kemunculan pejabat yang memiliki idealisme dan berani melaksanakan idealisme tersebut akhirnya memicu BANGUNNYA SUARA RAKYAT secara langsung. Wakil-wakil Rakyat yang selama ini mestinya menjadi muara dari kehendak rakyat, seperti DPR dan DPRD justru dipandang sinis dan malah dianggap sebagai musuh rakyat. Ironis.

Suara Rakyat, ternyata masih ada dan memiliki kekuatan yang masif, tetapi perlu sarana, media dan persatuan agar suara tersebut berarti.

Pemimpin baru yang berpihak kepada rakyat, kini mulai bermunculan dan mendapat tempat berarti.  Namun sudah sangat pasti dia akan dihadang, diganggu, direcoki, dirongrong, dicari-cari kesalahannya dan akan dijatuhkan oleh para politikus oportunis egois yang merasa akan terganggu periuk nasinya, melalui segala cara di balik payung hukum dan memelintirnya sebagai senjata untuk melegalkan tidakannya itu.

Akankah kita hanya bisa diam menyaksikan tanpa daya, bila para pengabdi rakyat yang tulus  ini nanti dipermainkan bahkan berusaha dijatuhkan oleh para oportunis itu ?

Suara Rakyat, sudah terbukti ternyata masih ada dan memiliki kekuatan,  namun itu hanya akan sia-sia bila kita tidak benar-benar mampu mengelolanya, atau ...... anda masih mempercayai wakil-wakil rakyat kita ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline