Lihat ke Halaman Asli

meuti bulan

Freelancer

Ramadhan, Lebaran dan Budaya Konsumtif di Tengah Ekonomi Sulit

Diperbarui: 2 April 2024   22:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc Foto Pribadi

Datangnya bulan Ramadhan  membawa suatu kebahagiaan tersendiri di kalangan umat muslim, sebulan penuh menjalankan ibadah puasa, dan mendekatkan diri pada Allah SWT. 

Namun, tak bisa dipungkiri jika di bulan Ramadhan, kebutuhan pokok juga semakin meningkat, disadari atau tidak, setiap memasuki bulan Ramdhan, harga bahan pokok di pasar juga naik drastis, gula, beras, minyak, telur dan lain-lain seolah berlomba untuk berganti harga. 

Sebenarnya fenomena tersebut bukan hanya terjadi di bulan Ramadhan, kalau kita jeli, hampir disetiap hari besar agama, maupun pergantian tahun, bahan kebutuhan pokok beranjak naik, perlahan tapi pasti. Bahkan parahnya, pernah ada suatu waktu harga beras nyaris tak terjangkau.

Upaya pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat dengan menaikkan gaji dan UMK seolah hanya sebuah kipasan angin lalu, sebab, ternyata daya beli masyarakat juga masih tetap terbatas, dikarenakan harga bahan pokok yang masih kurang bersahabat.

Moment Ramadhan tahun ini juga meninggalkan cerita tersendiri, ada banyak hal yang menjadi catatan khusus yang perlu direnungkan, meski kesulitan ekonomi masih menghantui sebagian besar masyarakat, dan di tengah kebutuhan yang semakin meningkat, rupanya masih banyak masyarakat yang memiliki inisiatif berwirausaha.

Hal tersebut bisa kita amati dengan tumbuh pesatnya pasar dadakan yang menjual aneka makanan dan minuman di sepanjang jalan dan  pemerintah daerah yang juga membuka Pasar Ramadhan, Kampung Ramadhan dan sejenisnya yang di dalamnya berisi pedagang UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), disitu kita bisa menemukan banyak hal, semua produk lokal ada dan dijual dengan harga terjangkau.

Sebuah upaya yang patut diapresiasi, hal tersebut sangat membantu masyarakat menengah dan menengah kebawah dalam mempersiapkan lebaran, perlu kita ingat, selama ramadhan  meski ekonomi masyarakat tidak dalam kondisi baik, tapi budaya konsumtif juga masih tinggi, terbukti pasar ramadhan atau kampung ramadhan dan sejenisnya masih ramai dikunjungi masayarakat, meski hanya sekedar membeli makanan dan minuman saja atau bahkan berbelanja untuk persiapan lebaran.

Lantas bagaimana dengan pusat perbelanjaan sekelas Mall apakah sepi peminat? Tentu tidak, sebab masih cukup banyak juga masyarakat yang membelanjakan uangnya di mall, namun ada juga yang lebih senang berbelanja melalui online shop sebab penawaran harga di online shop seringkali jauh lebih murah dibanding harga di mall.

Apa yang terjadi bisa menjadi suatu tinjauan perilaku yang menarik, bagaimana bisa masyarakat yang sedang dalam kesulitan secara ekonomi masih bisa berperilaku konsumtif? Sebab, saat ini tidak semua perusahaan menerapkan THR (Tunjangan Hari Raya) secara penuh, ada yang memberikan hak pekerjanya sebagian dan yang lebih tragis,  terpaksa harus kehilangan pekerjaann.

Seolah menolak lupa, sebuah statement dari pemerintah yang pernah menyatakan jika pada saat lebaran  justru perpuataran uang di negara kita berjalan cepat dan besar, masyarakat menjadi penyumbang terbesar dari setiap pembelanjaan yang dilakukan, belum lagi dengan mudik, dimana pasti masyarakat akan bersilaturahmi, berwisata yang  tentunya  adanya perputaran uang yang cukup besar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline