Pandemi yang masih belum usai, membuat psikis menjadi lelah, pikiran yang penuh, akibat dari semakin sulitnya biaya hidup, menjadikan kita rentan akan stress.
Jika, dalam suasana yang normal tentu akan lebih mudah mencari coping stress yang tepat bagi kita, sebab, biasanya coping stress yang sering dilakukan oleh khalayak umum adalah berwisata.
Sebuah sarana rekreasi yang bisa dilakukan bersama dengan keluarga maupun sendiri, namun, karena masih berada dalam masa pandemic, akan lebih baik, jika kita mencari sarana rekreasional yang murah, terjangkau, namun menawarkan suatu keindahan sendiri.
Surabaya, yang merupakan sebuah kota metropolis kedua, menawarkan keindahan tersendiri, selain, mall yang banyak tersebar di setiap sudut kota, kita juga bisa menikmati pesona lain dari kota Surabaya. Wisata kota lama, adalah salah satu pesona autentik yang dimiliki kota pahlawan ini.
Kawasan wisata kota lama Surabaya, yang meliputi Penjara Kalisosok, Jembatan Merah, Polwitabes Surabaya, Gedung Cerutu, Hotel Ibis, Gedung bekas bank Indonesia, bank Mandiri, Pertamina, Gedung Soeara Asia, Tunjungan City, Kantor pos Kebon Rojo,Tugu Pahlawan, PLN Gemblongan, Kantor Gubernur, Hotel Majapahit atau dahulu dikenal sebagai hotel Oranje.(Nusa Daily.com;Ke Surabaya, Yuk, Mampir Ke Kota Tuanya, Seru Lho).
Selain, lokasi diatas, Surabaya juga memiliki wisata religi, yang paling terkenal adalah wisata religi, makam sunan Ampel dan sunan Bungkul. Kedua makam tersebut, menjadi destinasi wisata religi tidak hanya bagi warga kota Surabaya sendiri, melainkan, juga bagi wisatawan luar daerah. Untuk Kawasan pecinan, Surabaya memiliki Kya-Kya atau yang dahulu lebih dikenal dengan nama Kembang Jepun.
Kawasan-kawasan tersebut pada masanya memiliki peranan penting bagi kota Surabaya. Mengulas tentang Kembang Jepun, di masa lampau, daerah tersebut memiliki pesona tersendiri bagi para pebisnis, karena kembang Jepun dahulu adalah tempat bisnis utama sekaligus pusat kota Surabaya. Meskipun, bukan menjadi yang utama, namun, sampai saat ini Kembang Jepun masih menjadi salah satu sentra bisnis atau lebih dikenal sebagai CBD (Central Businnes District I) Kota Surabaya.(Wikipedia ;Kya-Kya Surabaya)
Menilik sejarah, Kembang Jepun memiliki rentetan sejarah panjang bagi kota Surabaya, dimana, sejak jaman Sriwijaya, kawasan Kembang Jepun menjadi tempat bermacam bangsa tinggal. Tegak lurus dengan Kalimas, banyak pedangang asing yang menambatkan kapalnya, di lokasi dimana kemudian menjadi kota Surabaya. Pada jaman Belanda, pemerintahan saat itu, membagi kawasan menjadi Pecinan,di selatan Kalimas, Kampung Arab dan Melayu di sebelah utara kawasan tersebut, dan Jalan Kembang Jepun sebagai pembatas dua kawasan tersebut.
Kembang Jepun menjadi tersohor, ketika jaman pendudukan Jepang, dimana pada saat itu banyak dari serdadu Jepang, yang memiliki teman wanita (Kembang) di sekitar daerah tersebut. Saat itu,banyak pedagang Tionghoa yang juga menjadi bagian dari napas dinamika Kembang Jepun. Sebuah gerbang bernuansa Tionghoa pernah dibangun di daerah ini, banyak fasillitas hiburan didirkan dan bahkan masih bertahan hingga kini. Bahkan, Remy Silado, pernah dalam novelnya yang berjudul Kembang Jepun, pernah mengangkat keindahan Kembang Jepun beserta dinamikanya.
Kembang Jepun sempat kehilangan pamornya, keindahannya tidak terlihat lagi, tahun 1990-2000 an, Kawasan ini,bahkan terkenal sebagai salah satu kawasan yang lekat dengan rawan tindak kejahatan, sebab, saat itu ketika malam Kembang Jepun menjadi kawasan yang sepi dan gelap gulita, berbanding terbalik dengan kondisi ketika siang hari yang dinamis.
Walikota Surabaya, saat itu, yaitu Bambang D.H memiliki sebuah wacana untuk menghidupkan kembali geliat Kembang Jepun, di malam hari. Selain itu, tujuan utama menghidupkan geliat Kembang Jepun, adalah untuk menyelamatkan salah satu ikon kota Surabaya yang sempat meredup dan ditinggalkan warganya. (Wikipedia;Kya-kya Surabaya)