Lihat ke Halaman Asli

Meutia Triharini

Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik

Meluruskan Pandangan yang Salah terhadap UU Cipta Kerja

Diperbarui: 3 Januari 2021   23:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih menjadi perhatian berbagai pihak di tengah penyusunan aturan turunan berupa Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Opini masih terus di suarakan baik dari pihak yang pro maupun kontra atas penyusunan UU ini.

Kritik penolakan terhadap materi UU Cipta Kerja terus disuarakan elemen masyarakat, terutama dari pihak buruh, aktivis lingkungan, politisi, hingga akademisi yang menganggap muatan UU tersebut hanya menguntungkan pengusaha semata. Namun disisi lain, terdapat juga pihak yang menanggapi UU Cipta Kerja sebagai alternatif dalam mendorong perekonomian di tahun 2021 ini.

Melalui UU Cipta Kerja tersebut, pemerintah berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa naik dari sebelumnya yang stagnan di angka 5 persen. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan investasi agar masyarakat dapat bekerja dan memiliki penghasilan yang layak, selanjutnya hal tersebut akan dapat meningkatkan perputaran uang di masyarakat.

Saat ini, pemerintah tengah Menyusun aturan turunan dari UU Cipta Kerja dengan melibatkan masyarakat secara luas. Pemerintah pun telah menyiapkan saluran berbasis website resmi agar seluruh masyarakat dapat mengakses dan memberikan masukan dalam penyusunan aturan turunan tersebut. Ini merupakan langkah yang tepat, karena dengan strategi tersebut pemerintah telah memenuhi salah satu syarat membentukan kebijakan publik, yakni dengan melibatkan seluruh masyarakat baik akademisi, politisi, ormas, serta masyarakat secara umum.

Kekhawatiran pihak yang kontra dengan UU Cipta Kerja tidak cukup beralasan, misalnya dalam hal pesangon yang dalam UU Cipta Kerja dilakukan pengurangan. Terkait hal tersebut, pemerintah telah Menyusun skema agar kepastian dalam hal pemberian pesangon lebih pasti dan di sisi lain tidak memberatkan investor, karena pemerintah juga ikut ambil bagian di dalamnya.

Contoh lainnya terkait persyarata Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dikatakan dihapuskan merupakan pernyataan yang tidak benar. Karena dalam UU Cipta Kerja pemerintah menggunakan analisis perizinan berdasarkan risiko usaha dan AMDAL harus tetap dipenuhi oleh investor.

UU Cipta Kerja sangat cocok diterapkan di Indonesia yang saat ini memiliki aturan dan regulasi yang tumpang tindih. Dengan UU ini banyak UU dan aturan turunannya yang akan direvisi sekaligus, sehingga dapat menghapuskan tumpang tindih regulasi. Akan berbeda cerita ketika pemerintah memilih untuk merevisi UU satu per satu. Hal tersebut tentu akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Padahal kondisi saat ini sangat membutuhkan kebijakan yang cepat dan tepat dalam menghadapi kondisi perekonomian yang masih terpuruk akibat wabah Covid-19.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline