Lihat ke Halaman Asli

Ketika Borobudur Menggugat

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hai simbol keagungan Buddha Nusantara,....
Kenapa kau bermuram durja di malam bulan purnama ini,...
Dewi Chandra Purnama sedang menatapmu.....
harusnya kau ceria dan bangga melihat pewarismu berduyun-duyun menengokmu....
apa yang kau rasakan? katakanlah.....!

oh....Mpu.....!
aku sedang merenungi nasibku.....
jika aku mampu untuk menangis, aku pasti menangis....
jika aku mampu menjerit, aku pasti menjerit....
jika aku mampu meronta, aku pasti meronta....
tapi aku tak kuasa untuk semua itu.....

aku hanya seonggok batu tua.....
aku telah jompo dimakan usia....
tubuhku semakin lemah dan lelah....
bahuku semakin payah.....

aku kecewa dengan nasib ini....
pewarisku telah menghianati takdirku.....
bahuku yang lemah terus di injak-injak.....
tubuhku yang jompo menjadi tempat berak dan berdahak....
tulang-tulangku telah terkoyak....

baju kebesaranku kini berganti debu.....

aku penuh sampah dan ludah….

jika aku menangis, air mataku akan membanjiri elo dan progo....
jika aku menjerit, suaraku akan memecah cakrawala....
jika aku meronta, akan menggetarkan merapi dan sumeru....
tapi aku tak kuasa......

dalam diam ini aku menangis....
dalam diam ini aku menjerit.....
dalam diam ini aku meronta....
tapi siapa yang peduli dengan onggokan batu tua ini....

oh...wangsa syailendra....
oh....prabhu smaratungga.....
oh....gunadharma.......
kau jadikan aku simbol kearifanmu...
kau jadikan aku simbol keagunganmu...
kau jadikan aku praktik anumodanamu....
tapi bagaimana dengan pewarismu....
mereka sungguh tak tahu arti kehadiranku....

aku hanya dijadikan simbol sejarah...
aku hanya dijadikan kenangan masa lalu....
aku hanya dijadikan tempat berwisata...
aku hanya dijadikan alat penghasil devisa...
oooohhhhhhh....kejamnya dunia.....

kepada siapa aku harus mengadu....
aku ingin kembali ke habitatku.....
pewarisku tahu arti kehadiranku....
mereka datang mencerna petuahku...
mereka datang membuka tabirku....
mereka datang dalam pelukanku.....
tapi berapa lama aku harus menunggu.....

oh....rembulan.....
dewi chandra purnama....
dulu kau tersenyum menerangiku....
dulu kau bergairah melihat kemegahanku....
tapi kini semua itu telah berlalu...
kini kau tersenyum sinis melihat kepongahanku....

kini aku teringat pada temanku....
onggokan batu yang datang dari jamanku...
apakah mereka mengalami nasib seperti aku....
aku ingin memeluk mereka dengan tanganku...
aku ingin menyentuh mereka dengan kepalaku...
aku ingin bercengkerama dengan mereka meski pilu...




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline