Di sela kesibukan rutinitas sehari-hari, kita membutuhkan refreshing sejenak di akhir pekan untuk menyegarkan pikiran. Ada banyak cara untuk mengisi liburan akhir pekan. Salah satunya dengan mendaki Gunung Marapi di Sumatera Barat.
Kalender merah dan cuaca relatif cerah saat itu seolah mendukung kami untuk menjalani tantangan menaklukan puncak Gunung Marapi. Hiruk pikuk perkuliahan kami tinggalkan sejenak demi pengalaman baru. Tim pendakian kami beranggotakan 4 orang mahasiswa Universitas Andalas yang berasal dari Unit Kegiatan Mahasiswa ‘Pandekar’ dan ‘Genta Andalas’. Diantara kami hanya seorang yang telah pengalaman hingga ke Puncak Marapi, maka tak heran semangat dan rasa penasaran membuncah di pikiran kami para pemula dalam mendaki gunung.
Sebelum berangkat, kami berkumpul dahulu di Kampus Unand mempersiapkan peralatan pendakian. Tak lupa kami membeli nasi bungkus terlebih dahulu untuk nantinya dimakan ditengah perjalanan mendaki gunung, hal ini karena waktu pendakian yang diperkirakan sampai 5-6 jam yang membutuhkan asupan energi yang optimal hingga menuju puncak. Setelah selesai, sekitar jam 2 siang kamipun berangkat dari Padang menuju kaki gunung Marapi di daerah Koto Baru, Kabupaten Tanah Datar menggunakan motor.
Dua jam kemudian Kami sampai di Koto Baru. Setiba di pos penjagaan kami melapor dengan pengisian data identitas di buku tamu dan membayar Rp. 5.000,-/orang. Motor kami titipkan di pos penjagaan ini selama pendakian dengan biaya parkir Rp. 5.000,-/motor. Kami memilih start pendakian sore hari karena energi yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan berangkat pada pagi atau siang hari. Setelah itu tepat pukul 17.10 WIB pendakian pun dimulai.
Rute pembuka melewati perkebunan penduduk hingga Pos 1 di KM 1. Perjalanan awal kami diiringi hujan ringan yang membuat rute menjadi licin. Selama perjalanan kami berpapasan dengan pendaki lain dan bertegur sapa satu sama lain. Dalam tradisi para pendaki marapi, hal unik muncul ketika menyapa pendaki yang lewat dengan panggilan ‘Pak’ untuk laki-laki dan ‘Buk’ untuk perempuan. Walaupun kepada yang lebih muda dari kami, tetap disapa demikian.
Medan menanjak dan dipenuhi akar pohon sangat menguras tenaga. Setiap 30 menit kami beristirahat sejenak untuk mengendalikan nafas sembari meneguk air perbekalan sedikit-demi sedikit. Udara semakin dingin, langitpun mulai gelap. Sekitar jam 20.00 WIB kami kembali istirahat kemudian membuka bekal nasi bungkus ditengah rute perjalanan.
Setelah makan kami langsung bergerak melewati kembali medan berakar yang agak licin karena bekas hujan tadi sore. Hingga bertemu dengan rute Jalan Mancik, yaitu rute sempit seperti lorong sekitar 20 meter. Setelah melewati Jalan Mancik, sampailah di Pintu Angin dan selanjutnya menuju Cadas.
Kami akhirnya menyelesaiakan pendakian untuk malam ini seiring bertemu dengan tempat camp di Cadas. Kurang lebih 5 jam perjalanan kami sampai di sini. Dari Cadas yang dipenuhi bebatuan ini kita sudah dapat melihat puncak gunung Marapi yang berjarak selangkah lagi. Alangkah terkesimanya kami ketika menoleh kebawah melihat keindahan alam yang terhampar lepas dimata kami. Sayang hari gelap dan suhu sangat dingin yang tidak memungkinkan kami untuk menuju puncak. Kami pun mendirikan Camp dan beristirahat.
Pukul 5.30 pagi setelah shalat subuh, kami dan pendaki lainnya bergerak meninggalkan Camp menuju puncak Marapi untuk melihat Sunrise. Melewati batu Cadas yang sesekali jatuh mengalir dan membahayakan orang dibawahnya. Dengan perjuangan sekitar setengah jam lebih mendaki diatas cadas, akhirnya kami berempat sampai di puncak bersama puluhan pendaki lainnya.
Lelahnya perjuangan mendaki terbayar lunas di sini. Kami menikmati semuanya. Lukisan alam sang Maha kuasa terhampar lepas dari segala penjuru. Hampir seluruh wilayah Sumatera Barat terlihat dari puncak ini. Mulai dari Kota Bukittinggi, Gunung Singgalang dan Tandikek, Danau Singkarak, Samudra Hindia, jejeran Bukit Barisan, hingga Gunung Kerinci. Semuanya tak henti melayani mata kami dengan keindahannya. Sambaran Sunrise dipercantik oleh arsiran awan yang hilir mudik melayang dibawah kami.
Di puncak, kita akan melewati kawah-kawah raksasa gunung yang mengeluarkan asap vulkanik. Asap dan bau belerang ini dapat membuat sesak nafas, untuk itu kita tidak boleh berlama-lama berada di puncak dan wajib memakai masker. Kami menyinggahi Tugu Abel Tasman, Puncak Merpati yang merupakan titik tertinggi dari gunung Marapi, hingga Taman “Bunga Abadi’ Edelwis sembari mengabadikan keindahan alam dengan berfoto.
Setelah puas, kamipun kembali ke Camp melewati kembali medan terjal yang sangat berbahaya dan rentan terpeleset. Kami sampai kembali di Camp jam 10 pagi lalu masak dan sarapan ala pendaki. Masih dimanja oleh keindahan alam, kami menenggak panasnya teh dan melahap mie rebus sembari mengerumuni api unggun disekeliling udara dingin yang menusuk.
Persediaan makanan minim seolah tak masalah, karena mata jiwa ini sudah sangat kenyang. Alam yang indah seolah menyuntikkan energi tambahan kepada kami.
Bermanja dengan lukisan alam telah menuntun kami di puncak kepuasan lahir bathin. Namun kami harus segera pulang karena hari mulai mendung. Pukul 11.30 kami mulai berkemas untuk pulang.
Tidak sampai 3 jam kami meluncur kebawah menerobos jalan pulang. Tegur sapa sesama pendaki tak henti-hentinya dialunkan. Guyuran hujan mempelesetkan kami hingga pintu pos penjagaan. hingga sampai dengan selamat tanpa kurang satu apapun.
Pengalaman yang sangat seru ini menjadi kisah yang selalu kami kenang. Terutama saat berada di titik tertinggi, yaitu di Puncak Merpati. Semesta yang megah membayar lunas perjuangan kami. Sungguh liburan akhir pekan yang luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H