Musim panas yang kering masih betah di atas panggung,
dan matahari dengan teriknya seperti enggan melepaskan jumawanya,
tanah yang muram sudah lelah merindu hujan
untuk menyirami kesepian ladang
Saat sungai-sungai mulai kering,
sawah dan ladang tak lagi tersenyum manis
padang-padang pun dibiarkan kehilangan wanginya
rerumputan dan ilalang tertunduk lesu menunggu mati.
Padi sawah takmau menundukkan kepalanya karena bulirnya gagal berisi,
bagaikan seorang kekasih yang membiarkan cintanya direbut orang;
atau seperti seekor lebah yang ratunya telah diambil,
ia menantang kesedihannya hingga takmau lagi tertunduk.
Burung yang dulu ramai dengan nyanyian musim panen,
riang berlompatan mengikuti semilir angin,
kini terdiam menahan lidahnya tak berkicau,
pesta panen bulan november telah berlalu sebelum datang.
Mungkin beginilah roda nasib berputar, saatnya manis membagi kepahitan
tentulah takada kejadian alam yang tak beralasan dan berakhir sia-sia;
ini hanyalah pergantian siklus basah dan kering
sama seperti waktu yang membawa kesenangan dan juga kesedihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H