Banyak orang berbicara tentang keadilan, seakan mereka melihat cawan emas, yang berisi minuman surgawi, yang dapat menghilangkan dahaga semua orang.
Oh betapa naifnya mereka berpikir, tidakkah mereka tahu, jika keadilan yang dicari dari sebuah perselisihan itu, salah satunya pasti terlahir dari keserakahan.
Dan bagaimana mungkin, air surgawi keadilan dapat mengisi hati, yang di dalamnya bersemayam api keserakahan, yang telah membakar benih keikhlasannya.
Keadilan itu adalah momok seram, yang punya banyak musuh, ia hanyalah ornamen penghias bibir, obat telinga yang di masa kini tak lagi punya banyak kawan.
Dia hanya tersampir di jubah-jubah pengadil, yang duduk gelisah di mahkamah-mahkamah dunia, tempat keadilan diperselisihkan, dan tempat putusan dipertanyakan.
Jika yang benar tertawa itulah sebaik-baik keadilan, jika yang salah tertawa itulah seburuk-buruknya keadilan, jika yang benar dan yang salah sama-sama menangis itulah sekonyol-konyolnya keadilan dan jika keduanya tertawa maka itulah semustahil-mustahilnya keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H