Lihat ke Halaman Asli

Meti Irmayanti

senang membaca, baru belajar menulis

Hari Perempuan Internasional: Saatnya Kita Dobrak Bias Gender

Diperbarui: 9 Maret 2022   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image: International Women's Day (Pixabay)

" Women's Day is an amazing opportunity to remind ourselves that fighting for our ladies is a very important thing to do. Support every woman around you and respect everything they do, because they deserve it." (dikutip dari: Bussiness Insider)

" Hari Perempuan adalah kesempatan yang luar biasa untuk mengingatkan diri kita sendiri bahwa berjuang untuk para wanita kita adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Dukung setiap wanita di sekitar Anda dan hormati semua yang mereka lakukan, karena mereka pantas mendapatkannya."

Tanggal 8 Maret yang setiap tahunnya diperingati sebagai International Women's Day atau Hari Perempuan Internasional.  
Jika tahun sebelumnya di tahun 2021 peringatan Hari Perempuan Internasional mengusung tema Choose to Challenge atau Memilih untuk Menantang sebagai seruan untuk menyatakan bias dan ketidaksetaraan gender.

Tahun ini tema yang diusung mengutip dari laman UN Women, PBB mengumumkan tema Hari Perempuan Internasional untuk tahun 2022 , adalah Gender equality today for a sustainable tomorrow atau Kesetaraan hari ini untuk masa depan yang berkelanjutan.  

Selain dari tema yang dicanangkan oleh PBB itu, ada pula tema lainnya sebagaimana yang dilansir dari situs web Hari Perempuan Internasional (IWD) telah memilih tema dengan tagar #BreakTheBias atau Mendobrak Bias yang mengajak seluruh masyarakat dunia untuk memiliki kesadaran terhadap bias stereotif terhadap perempuan yang selama ini menempel pada perempuan dan berupaya untuk mendobraknya serta meminta orang-orang untuk membayangkan dunia yang bebas dari bias, stereotip, dan diskriminasi terhadap perempuan.

Sebelum lanjut tentang peringatan Hari Perempuan Internasional ini, ada gambaran "lucu" yang ingin saya bagi terkait perkembangan kesetaraan gender di negeri kita tercinta ini. 

Cerita dari Almarhumah mertua perempuan saya yang kebetulan seorang pegawai negeri sipil, beliau kebetulan seorang Sarjana Hukum dan keterima sebagai pegawai negeri, saat itu tahun 1970-an, secara aturan pegawai negeri lulusan sarjana diterima dalam pangkat pertama adalah gol/ruang III/ a, tetapi karena alasan Ibu mertua saya adalah seorang perempuan maka pangkat pertama beliau adalah gol/ruang II/d, sementara rekan pria yang seangkatan dengan pendidikan yang sama semua Gol III/a.

Dalam perjalanan karir beliau di birokrasi, perspektif gender juga beliau rasakan, bagaimana seorang perempuan menjadi opsi pilihan terakhir untuk penjenjangan karir, namun oleh mertua saya itu diterima sebagai sebuah "kewajaran" yang harus diterima, saat itu beliau satu-satunya PNS perempuan yang bergelar sarjana di daerah kami, berada ditengah stereotipe dominasi laki-laki.

Seiring perjalanan waktu, meski banyak tantangan mertua saya pensiun pada jabatan Kepala Biro Hukum yang saat itu masih level eselon III yang beliau jabat selama 7 tahun, meski banyak usulan mengingat kemampuan dan kapasitas beliau untuk diangkat menduduki jabatan Eselon II, namun karena sebagai seorang perempuan hal itu menjadi suatu hal yang mustahil di jaman sebelum reformasi saat itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline