Lebaran merupakan momen yang sangat berharga dan sangat spesial bagi sebagian besar kaum muslim yang merayakannya, salah satu yang menjadi identitas berlebaran adalah bersilaturahmi dengan sanak famili, terutama di kampung halaman bagi orang-orang yang ada di perantauan.
Kerinduan untuk bertemu sanak keluarga setelah beberapa lama tidak bersua mengalahkan segala halangan dan hambatan, tidak peduli dengan biaya yang akan dikeluarkan, kurang peduli dengan anjuran atau himbauan pemerintah untuk menahan diri agar tidak mudik, tidak peduli dengan kondisi pandemi covid-19 yang sedang melanda, pokoknya banyak ketidakpedulian demi sebuah tradisi di saat lebaran yang disebut dengan silahturahmi.
Tradisi silahturahmi memang tidak bisa diabaikan begitu saja, banyak masyarakat yang lebih rela "membangkang" dan bahkan "melawan" terhadap kebijakan umum yang ditetapkan oleh pemerintah demi sekedar menjalin silaturahmi dengan karib kerabat.
Menjaga tali silaturahmi memang merupakan suatu kewajiban bagi semua orang, demikian pula halnya dengan mematuhi himbauan dan anjuran pemerintah. Kedua hal ini sayangnya akhirnya menjadi sebuah pilihan dilematis oleh banyak orang, banyak kita saksikan di media-media bagaimana orang tidak menghiraukan lagi himbauan pemerintah baik menyangkut larangan mudik maupun protokol kesehatan, seperti jaga jarak, hindari kerumunan dan penggunaan masker yang benar.
Menghadapi situasi ini perlukah Mengadaptasi cara silahturahmi saat pandemi.? Memang dalam situasi dan kondisi pandemi covid-19 yang belum bisa diatasi, kita tidak bisa menjaga tali silaturahmi kita dengan cara yang biasa, tapi bukan berarti kita tidak bisa melakukannya, kita bisa mencari cara yang lebih adaptif untuk menjalin silaturahmi tanpa resiko. Wabah ini seharusnya bisa lebih mempererat tali silaturahmi kita dengan keluarga agar lebih erat lagi dengan cara yang paling aman.
Yang paling penting untuk diingat adalah jangan memaksakan diri untuk harus bersilahturahmi apalagi jika sampai mengabaikan ancaman serius covid-19, ketidakpedulian kolektif masyarakat adalah potensi bencana besar yang akan kita hadapi.
Mungkin untuk saat ini silahturahmi tatap muka dengan sanak famili di kampung halaman haruslah dipending dulu, kita bisa menggantikannya dengan silahturahmi virtual atau online baik melalui saluran telepon biasa, melalui video call WA dan lain-lain, banyak aplikasi yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan kita.
Disamping itu silahturahmi virtual itu bisa juga dipererat dengan memberikan kiriman semacam tali asih baik berupa uang maupun barang, yang mana hal ini sangat mudah dilakukan karena pemerintah tetap menjamin dan mendukung sirkulasi barang dan jasa tetap beroperasi penuh.
Nah bagaimana dengan silahturahmi dengan keluarga, kerabat, tetangga dan rekan kerja yang ada di satu kota, apakah juga tidak bisa dilakukan secara tatap muka.?
Dalam kondisi sekarang yang masih boleh dikatakan terkendali, silahturahmi tatap muka sebenarnya tetap bisa dilakukan, namun tetap harus melihat situasi dan kondisi, dan menyesuaikannya.
Kita harus memastikan bahwa kita dalam kondisi sehat (tanpa gejala sedikitpun terkena covid) begitu juga kita harus memastikan bahwa yang akan dikunjungi juga dalam kondisi sehat.
Sebaiknya dalam kunjungan silaturahmi tidak dilakukan beramai-ramai, mungkin bisa diatur 4 atau 5 orang saja dalam setiap pertemuan.
Dalam hal ini setiap rencana silahturahmi harus dikomunikasikan terlebih dahulu, bahwa akan berkunjung dan bisa diatur dan sesuaikan waktu agar tidak berbenturan dengan tamu yang lain.