Lihat ke Halaman Asli

Meti Irmayanti

senang membaca, baru belajar menulis

Maafkan, Aku Harus Menunda Mudik

Diperbarui: 9 Mei 2021   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: antaranews.com

Mudik ke kampung halaman terutama di saat hari raya  idul fitri  telah menjadi tradisi yang  penting dalam masyarakat kita. Sebenarnya mudik ini tidak ada hubungan langsung dengan ritual keagamaan, mudik hanya pernak-pernik hari raya tapi oleh sebagian besar masyarakat kita, mudik justru lebih penting dan lebih sakral dari lebaran itu sendiri.

Sebelum pandemi covid menyerang, mudik menjadi berkah bagi banyak orang, perputaran ekonomi di musim mudik begitu bergairah, arus uang yang mengalir ke kampung sangat membantu masyarakat. Yah dulu sebelum covid,  mudik itu harus dikawal, diatur, difasilitasi dan dilancarkan, hal ini mengingat bahwa mudik ini sangat penting  baik bagi masyarakat maupun bagi pemerintah yang  dalam hal ini kepentingan pemerintah salah satunya adalah pergerakan  ekonomi.

Bagi masyarakat, yang rindu akan sanak saudara bukan saja yang ada di rantau,  tapi yang ada di kampung juga sama rindunya, apapun yang menghadang mudik tetap harus dilakukan.

Yang jadi masalah, sekarang ini saat covid menyerang.  Ini belum pernah terjadi sebelumnya, masyarakat tidak atau belum bisa menghapus keberadaan mudik sebagai suatu ritual tradisi yang bernilai wajib mengalahkan wajibnya patuh atau taat kepada ulil amri.

Tradisi yang bagus tapi kebablasan di saat kita harus mengerem keinginan untuk bersambung silahturahim dengan karib kerabat di kampuang nan jauh di mato.

Sebenarnya hikmah ramadhan dapat menjadi jembatan untuk memahami apa dan bagaimana maksud dan tujuan pemerintah untuk mengatur dan membatasi kegiatan  mudik.  

Contoh aktual telah diperlihatkan oleh Allah SWT,  apa yang terjadi  di India,  sebuah tradisi atau ritual keagamaan yang mengundang kerumunan, yang menafikkan prokes pencegahan penularan virus corona dan pada akhirnya bencana yang tidak diinginkan itu terjadilah, pemerintah dan seharusnya kita juga tidak menginginkan hal itu terjadi di negeri ini,  hanya karena tak mampu menahan diri untuk tidak mudik.

Jika saja harus menulis sebuah surat untuk merangkum segala kerinduan terhadap sanak keluarga yang terpisah jarak dan waktu, namun harus kembali tertunda karena kedaruratan yang jauh lebih penting daripada perjumpaan sesaat yang berisiko terhadap terjadinya perpisahan selamanya. Maka mungkin surat singkat inilah yang akan kutuliskan.

" Yang tercinta keluarga besarku
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Tak terasa kita kembali akan bertemu dengan Idul Fitri, namun sebagaimana dengan tahun yang lalu, kali inipun sepertinya kita kembali belum bisa bersua saling berpelukan, berjabat tangan dan saling bermaaf-maafan serta menyambung silaturahmi yang terpisahkan oleh jarak dan waktu.

Kerinduan untuk bertemu ini telah menjadi racun yang hampir-hampir menghilangkan kesabaran, larangan yang dimaksudkan baik oleh pemerintah telah berubah seperti sebuah pengekangan terhadap hak asasi yang paling asasi dari manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline