Satu lagi tokoh besar negeri ini, kembali berpulang ke haribaan sang pencipta. Rasa kehilangan yang mendalam khususnya bagi masyarakat hukum atas berpulangnya mantan hakim agung, Artidjo Alkostar yang meninggal dunia pada Minggu, 28 Februari 2021 akibat penyakit kanker dan paru-paru yang dideritanya.
Almarhum Artidjo Alkostar lahir di Situbondo, Jawa Timur, pada 22 Mei 1949 lalu, namanya tercatat harum dalam benak orang-orang yang mengenalnya karena ketegasan dan kegigihan beliau dalam penegakan hukum yang tak memandang pada apa dan siapa yang dihadapinya, baginya hukum adalah hukum yang harus tegak meski harus berhadapan dengan segala resiko yang terburuk sekalipun.
Pak Artidjo Alkostar sudah malang melintang dalam dunia hukum, dikutip dari suara.com bahwa setidaknya beliau telah menangani lebih dari 19.000 berkas perkara dan banyak di antaranya adalah perkara besar dan juga melibatkan tokoh penting, namun beliau tak pernah merasa gentar untuk menjatuhkan putusan yang berat atas kasus-kasus kejahatan khususnya kejahatan korupsi.
Selain itu sebagai pengacara beliau juga berani melawan kekuatan besar seperti ketika di tahun 1980an saat beliau melakukan pembelaan terhadap korban penembakan misterius (Petrus) yang kita tahu bahwa Petrus itu merupakan sebuah aksi di bawah tanah ilegal yang masyarakat saat itu pura-pura saja tidak tahu.
Tahun 1992 beliau juga dengan berani membela korban Santa Cruz Dili Timor timur, dengan posisinya itu tidak sedikit ancaman yang diterima oleh Pak Artidjo Alkostar namun alih-alih takut beliau malah semakin bersemangat.
Menyelesaikan pendidikan menengahnya di kampung halamannya di Situbondo, beliau kemudian melanjutkan pendidikan S1nya di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, meski tujuan awalnya beliau ingin kuliah di fakultas pertanian namun entah karena perjalanan takdir beliau masuk ke fakultas hukum, menyelesaikan studinya dan kemudian mengabdi sebagai tenaga pengajar di almamaternya. Selanjutnya beliau kemudian melanjutkan studi S2 Master hukum di Northwestern University, Chicago.
Selain sebagai tenaga pengajar di fakultas hukum UII, beliau juga berkiprah di LBH Yogyakarta sejak tahun 1981 sebagai wakil direktur dan di tahun 1983 sebagai direktur LBH Yogyakarta. Dan saat menempuh pendidikan di Amerika Serikat beliau pernah tercatat sebagai Pengacara Human Right Watch divisi Asia, New York, pada tahun 1989. Malang melintang sebagai pengacara hingga tahun 2000.
Beliau kemudian diangkat menjadi hakim agung MA di tahun 2000 saat menteri kehakiman dijabat oleh Yusril Ihza Mahendra, beliau cukup lama di mahkamah agung hingga 2018, meski dengan tugas dan kesibukan yang padat, beliau juga masih tetap sebagai dosen di almamaternya dimana beliau mengisi mata kuliah Hukum Acara Pidana dan Etika Profesi, serta mata kuliah HAM untuk mahasiswa S2. Artidjo melakukan rutinitas mengajar setiap hari Sabtu sejak pagi hingga malam dan kembali ke Jakarta pada Senin pagi.
Berhenti dari mahkamah agung tahun 2018, selanjutnya di tahun 2019 dipercaya sebagai anggota dewan pengawas KPK hingga beliau wafat.
Mahfud MD menulis dalam cuitannya di Twitter mengenang almarhum.
"Artidjo Alkostar adl hakim agung yg dijuluki algojo oleh para koruptor. Dia tak ragu menjatuhkan hukuman berat kepada para koruptor tanpa peduli pada peta kekuatan dan back up politik. Dulu almarhum adalah dosen di Fak. Hukum UII Yogya yang juga jadi pengacara. Selama jadi pengacara dikenal lurus," cuit Mahfud MD.