Lihat ke Halaman Asli

Meti Irmayanti

senang membaca, baru belajar menulis

Anak Akhir Zaman

Diperbarui: 8 November 2020   15:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. pngegg.com

Hidup itu kini telah buas dengan mata merah keserakahan.
Tikai dan selisih kian marak dan ketakutan jadi perniagaan.
Curam dan terjal jalan, jadi gelombang dalam timbunan ketamakan.
Segenap makhluk berjalan dalam nafsi-nafsinya.
Wahai anakku takdirmu tak mungkin menolak menjadi anak akhir zaman.
Maka biarkanlah mawar cinta dengan limpahan madunya yang tak pernah kering
Memekarkan kuncup-kuncupnya di tangkai cahayamu.
Bawalah damai, bawalah kebebasan,
Dalam kasih sayang dan cintamu yang tak berbatas.
Meski hanya tersisa engkau sendiri, jangan pernah berhenti.
Karena sendiri bukanlah jadi batas ketidak mampuan.
Basuhlah semua najis kebencian dari hati bumi ini.
Siramilah semua kerontang nurani dari hati dunia ini.
Padamkanlah segala bara kegelisahan dari jiwa bumi ini.
Redamlah segala racun kepentingan dari jiwa dunia ini.
Satukanlah segala kepingan yang terserak dari wajah bumi ini.

Kini dunia gemetar dalam kecemasan yang tak berujung.
Kobaran api ketamakan melalap asa yang patah.
Sekejam apapun pandangan yang mencakar terarah padamu
Menghamburkan ancaman bagai gelombang badai yang bergemuruh.
Di kepalan tanganmu tergenggam tombak matahari.
Lesakkanlah menuju awan mengharu biru
yang datang bersama petir.
Sampai mereka tenggelam dalam kegelisahan menakar kekuatan dirimu.
Hingga lelah menghitung kapankah halilintar terakhirmu kau lepaskan ?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline